Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Jejak Pendirian Masyumi, Partai yang Kini Dideklarasikan Lagi...

Kompas.com - 10/11/2020, 10:41 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Bersama kawan-kawannya, atas izin Aseha-residen Jepang di Bandung, ia mendirikan cabang MIAI di lima kabupaten di Priangan.

Kartosoewirjo cukup dekat dengan Jepang.

Baca juga: Partai Gelora, PKS dan Fahri Hamzah...

Dalam Soeara MIAI, ia menulis betapa ajaran Islam akan berkembang bila umatnya ikut membangun dunia bersama "keluarga Asia Timur Raya".

Beberapa tahun setelah Proklamasi, dalam Pedoman Dharma Bhakti, ia menjelaskan strategi kerja sama ini terbukti efektif.

"Masyumi dan MIAI, keduanya buatan Jepang, dengan perantaraan agen para kiai ala Tokyo, sebenarnya kamp konsentrasi. Namun akhirnya menjadi pendorong dan daya kekuatan yang hebat (dalam pergerakan Indonesia," tulisnya.

Atas usul Kartosoewirjo pula, Wachid Hasyim, Natsir dan anggota lainnya, pada 7 November 1945 di Yogyakarta, menyatakan Masyumi sebagai partai politik.

Baca juga: Ormas Garbi, Fahri Hamzah dan Perjalanan Partai Gelora...

Hubungan Masyumi dengan Soekarno

Dikutip dari tesis mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia, Siregar, Insan Fahmi, Partai Masyumi: pembentukan, perkembangan dan pembubarannya 1945-1960, hubungan Masyumi dengan Presiden Soekarno amatlah penuh dinamika.

Hubungan Masyumi dengan Presiden Soekarno misalnya, pernah juga mengalami hubungan yang harmonis, terutama pada masa revolusi.

Hubungan itu mengalami pergeseran hingga menjurus kepada konflik. Konflik antara Soekarno dengan Masyumi semakin tajam.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 22 Februari 1967, Soekarno Serahkan Kekuasaan kepada Soeharto

Terutama sejak adanya keinginan Soekarno mengubur partai politik pada Oktober 1956, dan Konsepsi Presiden pada 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa Demokrasi Terpimpin.

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dimulai sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keluarnya Dekrit tersebut semakin memperkuat dan memperbesar kekuasaan Soekarno di satu pihak, sementara di pihak lain semakin melemahkan posisi dan peran Masyumi sebagai partai politik.

Bukan hanya peran politik Masyumi yang semakin merosot, tetapi eksistensi Partai Masyumi pun diakhiri Soekarno melalui Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960.

Baca juga: Deklarasi Masyumi Reborn, Ini Syarat Pembentukan Partai Menurut Kemendagri

Faktor penyebab Masyumi dibubarkan

Pertama, Soekarno ingin merealisasikan pemikiran dan obsesinya yang sudah lama terkubur, terutama mengenai partai politik, demokrasi dan revolusi.

Kesimpulan ini didasarkan atas beberapa pernyataan dan pemikiran Soekarno yang sudah berkembang sejak masa pergerakan nasional sampai masa awal Demokrasi Terpimpin.

Sejak masa pergerakan nasional, Soekarno menginginkan partai politik cukup satu. Bahkan pada Oktober 1956, Soekarno menyatakan partai politik adalah penyakit, sehingga harus dikubur.

Baca juga: Mengintip Jejak THR PNS, Dicetuskan Kabinet Sukiman, Diprotes Buruh hingga Cair 15 Mei 2020

Selain itu, Soekarno menginginkan demokrasi yang diterapkan adalah Democratisch-centralisme, yakni suatu demokrasi yang memberi kekuasaan pada pucuk pimpinan buat menghukum tiap penyelewengan, dan menendang bagian partai yang membahayakan massa.

Konsep ini disampaikan Soekarno pada 1933 dan kemudian diterapkannya pada masa Demokrasi Terpimpin.

Faktor berikutnya yang menjadi alasan partai ini dibubarkan adalah konflik yang berkepanjangan antara Soekarno dengan Masyumi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

NASA Akan Bangun Jalur Kereta Api di Bulan untuk Memudahkan Kerja Astronot

Tren
Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Pasien Pertama Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal Dunia, Sempat Bertahan Hidup 2 Bulan

Tren
Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Peneliti Ungkap Ras Kucing yang Miliki Harapan Hidup Paling Lama, Jenis Apa?

Tren
Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com