Kerusakan itu ditemukan kurang dari 10 jam sebelum penerbangan pesawat yang sama.
Baca juga: Virus Corona, Pilot, dan Pukulan Telak Industri Penerbangan...
Dikutip Harian Kompas, 6 November 2018, jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 bernomor registrasi PK-LQP dapat segera terlacak berdasarkan pantauan radar Automatic Dependent Surveillance-Broadcast atau ADS-B di Air Navigation Indonesia Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Hasil analisis ADS-B ini mengungkap kronologi kejadian jatuhnya pesawat nahas itu.
Pada 6 November 2018 pencarian jatuhnya pesawat berpenumpang 181 orang dengan 8 awak di perairan Karawang itu memasuki hari kesembilan.
Fokusnya pada pencarian cockpit voice recorder (CVR) atau perekam suara kokpit.
Baca juga: Viral, Video Wanita Berjalan di Atas Sayap Pesawat, Apa Alasannya?
Perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR) telah ditemukan beberapa hari kemudian.
Sekitar seminggu operasi SAR dilakukan dan menemukan berbagai serpihan bagian pesawat, termasuk mesin pesawat. Bagian yang paling berat dan solid itu kondisinya pun rusak berat.
Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Michael A Purwoadi menjelaskan, garis arah pergerakan pesawat yang akan menuju Pangkal Pinang itu terhenti ketika pesawat berada di perairan utara Jabar.
Baca juga: PSBB Jakarta dan PSBM Jabar, Apa Bedanya?
Ketika itu, ATC di Bandara Soekarno- Hatta kehilangan kontak karena posisi pesawat sudah terlalu rendah, di luar jangkauan radar.
Pada data pantauan radar ada dua grafik yang masing-masing menunjukkan kecepatan dan ketinggian.
Di citra terindikasi pesawat yang tinggal landas pada 23.20 UTC (koordinat waktu universal) atau 06.20 WIB mulai menunjukkan masalah sekitar empat menit mengudara, kemudian menurun tajam ketinggiannya.
Namun, kecepatannya meninggi hingga berhenti pada 23.32 UTC atau 06.32 WIB, yaitu setelah 12 menit terbang.
Baca juga: Saat Ledakan Beirut Memicu Eksodus Baru dari Lebanon...
Menurut pakar teknologi penerbangan yang juga Kepala Jurusan Penerbangan Institut Teknologi Bandung Toto Indrayanto, kecepatan pesawat pada bagian akhir lebih dari 370 knot atau 685 kilometer per jam.
Dengan kecepatan sebegitu cepat, ketika membentur air, efeknya sama saja seperti membentur permukaan padat. Karena terlalu cepatnya, air tidak sempat menyibak lebih dahulu. Hal inilah yang mengakibatkan ledakan.
Dia menjelaskan, mungkin ada kebakaran timbul akibat benturan itu karena bahan bakar masih penuh, tetapi kebakaran cepat padam oleh air di sekelilingnya.