Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lapan Analisis Banjir di Sukabumi melalui Satelit Penginderaan Jauh, Ini Hasilnya

Kompas.com - 24/09/2020, 15:17 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melakukan analisis terhadap banjir bandang yang terjadi di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, menggunakan data dari satelit penginderaan jauh.

Peristiwa banjir bandang terjadi di Cicurug, Sukabumi, terjadi pada Senin (21/9/2020).

Akibat bencana ini dua orang tewas, dan seorang warga lain masih belum ditemukan hingga Rabu (23/9/2020).

analisis yang dilakukan Lapan meliputi kondisi curah hujan saat terjadinya banjir dan analisis perubahan penutup lahan sebagai daya dukung lingkungan serta analisis kondisi iklim global.

Lapan melakukan pemantauan menggunakan curah hujan per 10 menit citra satelit Himawari 8 pada 21 September 2020 pukul 14.30 hingga 21.00 WIB.

“Intensitas curah hujan (sedang hingga lebat), durasi hujan (sekitar 3 jam) serta wilayah cakupan hujan yang cukup luas di bagian hulu (Bogor dan Sukabumi) hingga tengah dari aliran sungai Ciliwung, diduga menjadi penyebab banjir bandang di wilayah Sukabumi dan Bogor, serta banjir di wilayah Jakarta,” Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dr M. Rokhis Khomarudin dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis (24/9/2020).

Baca juga: BNPB Ungkap Penyebab Banjir Bandang Sukabumi, Akibat Sedimentasi Sungai dan Hujan Lebat

Dari analisis Lapan, awan hujan mulai terlihat di wilayah Sukabumi bagian barat daya sejak pukul 14.40 WIB dan semakin meluas di wilayah Sukabumi, Purwakarta, dan Bogor pada pukul 15.40 WIB dengan intensitas sedang (5-10 mm/jam).

Pada pukul 15.40-17.50 WIB, awan hujan intensitasnya meningkat sedang hingga lebat (10-20 mm/jam) dan meluas di hampir seluruh wilayah Sukabumi, Bogor, dan Purwakarta.

Intensitas hujan kemudian mulai berkurang pada pukul 18.40 WIB dengan intensitas sedang hingga hujan ringan pada pukul 19.20 WIB (kurang ari 5 mm/jam).

Intensitas hujan dengan intensitas ringan hingga sangat ringan (kurang dari 1 mm/jam) kemudian bergerak menuju barat laut Provinsi Banten (Serang, Tangeraang dan sekitarnya) pada pukul 19.30-20.50 WIB.

Hasil pantauan curah hujan menggunakan platform SADEWA yang dikembangkan Lapan menurutnya juga menunjukkan hal serupa.

Analisis perubahan penutupan lahan

Selain terhadap curah hujan, analisis juga dilakukan terhadap perubahan penutup lahan dari data citra mosaik Landsat tahun 2010 dan 2020 (10 tahun) di DAS Cimandiri.

Dari haril analisis Tim Tanggap Darurat Bencana Deputi Bidang Penginderaan Jauh Lapan, hasil analisis menunjukkan adanya:

  • Penurunan hutan primer sekitar 1.150 Ha
  • Penurunan hutan sekunder sebesar sekitar 9800 Ha
  • Penurunan area perkebunan sekitar 20350 Ha
  • Peningkatan ladang/tegalan sekitar 18500 Ha
  • Peningkatan pemukiman sekitar 2575 Ha.

Baca juga: Banjir Bandang di Tengah Musim Kemarau, Mengapa Bisa Terjadi?

“Penambahan luas ladang/tegalan dan juga pemukiman secara umum dapat mengurangi resapan air dan meningkatkan jumlah air limpasan sehingga meningkatkan jumlah debit aliran sungai di DAS Cimandiri,” ujar Rokhis.

analisis kondisi iklim global

Lapan juga melakukan analisisnya terhadap data suhu permukaan laut di Pasifik yang menunjukkan LaNina sudah teraktivasi di Pasifik Timur.

Ia mengatakan, dampaknya untuk Indonesia kemungkinan frekuensi dan curah hujan dalam bulan-bulan ke depan hingga April nanti akan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Kondisi iklim global LaNina ini perlu diwaspadai adanya peningkatan curah hujan di beberapa wilayah dan jika daya dukung lingkunganya tidak baik, maka bisa menyebabkan banjir,” ujar Rokhis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com