KOMPAS.com - Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Rabu (9/9/2020) menjelaskan bahwa beberapa pasien Covid-19 mengalami sakit kepala, kebingungan, dan delirium.
Kondisi ini dikaitkan dengan virus corona yang diduga langsung menyerang otak.
Melansir Channel News Asia, 10 September 2020, meskipun masih pada tahap awal, penelitian menawarkan sejumlah bukti baru yang sebelumnya belum teruji.
Menurut makalah penelitian yang dipimpin ahli imunologi Yale, Akiko Iwasaki, virus corona dapat bereplikasi dalam otak dan membuat sel-sel otak di sekitarnya kekurangan oksigen, tapi prevalensinya belum jelas.
Ketua Departemen Neurologi di University of California, San Fransisco, S Andrew Josephon, memuji teknik yang digunakan dalam penelitian ini yang menemukan keberadaan virus secara langsung pada otak.
Akan tetapi, Josephon mengingatkan untuk berhati-hati sampai makalah ini menjalani peer-review.
Baca juga: Uji Awal Vaksin Covid-19 Rusia Tunjukkan Respons Kekebalan Tubuh
Tak mengherankan jika virus SARS-CoV-2 mampu menembus sawar darah otak, struktur yang mengelilingi pembuluh darah otak dan memblokir zat asing.
Virus Zika juga melakukan hal seperti ini, di mana membuat kerusakan secara signifikan pada otak janin.
Namun, para dokter percaya bahwa dampak neurologis yang terlihat pada sekitar setengah dari seluruh pasien Covid-19, kemungkinan merupakan hasil respons kekebalan abnormal atau badai sitokin yang membuat radang otak, dibandingkan virus yang menyerang otak secara langsung.
Iwasaki dan timnya melakukan beberapa penelitian, seperti menginfeksi otak kecil yang dikembangkan di laboratorium atau dikenal sebagai organoid otak, menginfeksi tikus, dan memeriksa jaringan otak pasien Covid-19 yang sudah meninggal.
Penelitian di organoid otak menemukan bahwa virus SARS-CoV-2 mampu menginfeksi neuron dan membajak mesin sel neuron untuk membuat salinan dirinya sendiri.
Pada gilirannya, sel yang terinfeksi mendorong kematian sel di sekitarnya dengan menekan pasokan oksigen.
Salah satu argumen utama yang menentang teori invasi otak secara langsung adalah otak kekurangan protein tingkat tinggi (ACE2) yang melekat pada virus corona dan ditemukan berlimpah di organ paru-paru.
Namun, ditemukan di organoid mempunyai cukup ACE2 untuk memfasilitasi masuknya virus dan terdapat protein di jaringan otak pasien yang meninggal dunia.
Baca juga: Klaster Keluarga Disebut Berkontribusi Tinggi Atas Penyebaran Corona
Penyadapan tulang belakang pada pasien Covid-19 yang menderita delirium juga dilakukan.
Hasilnya, ditemukan individu yang mempunyai antibodi terhadap virus dalam cairan tulang belakangnya. Ini menjadi bukti lanjut yang mendukung teori para peneliti.
Pengujian yang dilakukan dalam dua kelompok tikus dilakukan dengan mengubah secara genetik satu kelompok tikus sehingga mempunyai reseptor ACE2 hanya di paru-paru. Sementara kelompok lainnya memiliki ACE2 di otaknya.
Kelompok yang terinfeksi di paru-paru menunjukkan beberapa tanda cedera paru-paru. Sedangkan kelompok yang terinfeksi di otak, mengalami kehilangan berat badan dan lebih cepat meninggal.
Bukti ini menunjukkan peluang kematian yang meningkat saat virus corona memasuki otak.
Penelitian lainnya dilakukan dengan memeriksa tiga otak pasien yang meninggal akibat komplikasi terkait Covid-19 yang parah, di mana ditemukan adanya virus dalam berbagai tingkat.
Baca juga: Pasien Corona dengan Komorbid: Melihat Risiko hingga Potensi Sembuh
Namun, daerah yang terinfeksi tak menunjukkan tanda-tanda telah disusupi sel kekebalan (sel T), seperti pada virus Zika atau herpes. Sel kekebalan atau sel T berfungsi untuk membunuh sel-sel yang terinfeksi.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa respons imun yang berlebihan atau badai sitokin memegang peranan atas kerusakan yang terlihat pada paru-paru pasien Covid-19, dengan kemungkinan penyebab utamanya bukan gejala neurologis.
Peneliti masih melakukan studi lebih lanjut mengenai hipotesis bahwa hidung dapat memberikan jalur untuk virus masuk ke otak.
Dibutuhkan otopsi lebih banyak dalam memperlajari seberapa lazim infeksi otak akibat virus corona.
Mengutip New York Times, 9 September 2020, patogen virus corona dapat memasuki otak dan memunculkan gejala mengigau dan kebingungan.
Meskipun belum jelas bagaimana virus sampai ke otak atau seberapa sering virus memicu kerusakan otak, beberapa orang mungkin rentan terhadap infeksi virus corona di otak.
Kelompok rentan ini termasuk orang dengan latar belakang genetik tertentu, viral load tinggi, atau alasan lainya.
Sementara itu, saat otak benar-benar terinfeksi oleh virus, hal ini dapat berakibat fatal.
Konsultan ahli saraf di National Hospital for Neuoroly and Neurosurgery di Inggris, Dr. Michael Zandi dan timnya, pada Juli lalu menerbitkan penelitian mengenai beberapa pasien Covid-19 mengalami komplikasi neurologis yang serius, termasuk kerusakan saraf.
Baca juga: Studi: Antibodi Virus Corona Ditemukan pada ASI
Menurut ahli saraf di University of California, San Diego, Alysson Moutri, temuan tersebut konsisten dengan pengamatan lain pada organoid yang terinfeksi virus corona.
Moutri yang juga mempelajari virus Zika menyampaikan, virus corona tampaknya lebih cepat menurunkan jumlah sinapsis atau hubungan antar neuron.
"Beberapa hari setelah infeksi, kami sudah melihat penurunan dramatis jumlah sinapsis," kata dia.
Lebih lanjut, paru-paru menjadi sasaran utama infeksi virus karena mempunyai banyak protein dipermukaanya (ACE2), di mana virus menginfeksi sel melalui protein tersebut.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa berdasarkan proksi untuk tingkat protein, otak memiliki sangat sedikit ACE2 dan kemungkinan besar akan terhindar dari infeksi.
Tapi, Dr. Iwasaki dan rekan-rekannya melakukan penelitian yang menemukan bahwa virus memang dapat memasuki sel-sel otak melalui ACE2.
"Sangat jelas bahwa itu diekspresikan dalam neuron dan diperlukan untuk masuk," kata Dr. Iwasaki.
Seorang ahli saraf di Universitas Johns Hopkins, Dr. Robert Stevens menjelaskan, 40-60 persen pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami gejala neurologis dan kejiawaan.
Kendati demikiian, tidak semuanya yang menunjukkan gejala berasal dari invasi virus ke sel otak, dan kemungkinan berasal dari hasil peradangan yang menyebar ke seluruh tubuh pasien.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.