Awalnya ia melakukan usaha jual beli kambing secara tradisional dari pasar ke pasar.
Ia menceritakan, ketika usaha kambingnya baru mulai merinstis sekitar 2007-2008, sekitar setahun kemudian kandang yang ia miliki roboh.
Padahal saat itu ia tengah mendapatkan orderan dari temannya dengan jumlah cukup besar.
Akibat kejadian itu, kambing miliknya dan kambing pesanan temannya yang saat itu belum juga diambil mati hingga sekitar 80 ekor.
“Saat itu baru awal sudah dibenturkan masalah besar,” ungkap Mulyoko.
Namun kejadian itu tak membatnya menyerah. Ia mengatakan salah satu kunci semangatnya adalah sang istri.
Dengan semangat dari sang istri ia kemudian berusaha bangkit lagi membangun usaha.
Namun saat mulai bangkit, lagi-lagi dia mendapatkan permasalahan hingga berkali-kali.
Mulai dari masalah pembayaran, juga komplain dari warga yang bahkan menyebabkan dia harus berpindah-pindah tempat usaha hingga 3 kali.
Baca juga: Inspiratif, Atlet Mulai Berwirausaha di Tengah Pandemi
Selain itu, Mulyoko mengatakan, dalam usaha peternakan kambing, adanya kasus kematian kambing juga masih saja terus ada.
Namun menurut dia salah satu yang menjadi cobaan terberatnya adalah saat akumulasi utangnya mencapai Rp 500 juta. Utang itu berasal dari pinjaman dan kegagalan dalam proses usahanya.
Padahal saat itu usianya baru 25 tahun.
Mempunyai utang hingga Rp 500 juta dalam usia muda, dia bertekad bisa melunasinya dalam waktu 5 tahun.
Namun berkat keinginan kuatnya bisa terbebas dari utang, dalam waktu 2 tahun sudah bisa melunasinya.
Ia menyebut, saat-saat menghadapi berbagai masalah itu, sempat terlintas untuk berhenti berbisnis domba lagi.