Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektifkah Hukuman untuk "Paksa" Warga Patuh Protokol Pencegahan Covid-19?

Kompas.com - 31/08/2020, 12:15 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

 

 

KOMPAS.com  - Hampir 6 bulan sudah virus corona menyebar di Indonesia, sejak pertama kali dikonfirmasi pada awal Maret 2020.  

Berdasarkan data terakhir Satuan Tugas Penanganan Covid-19, hingga Minggu (30/8/2020), ada 172.053 kasus Covid-19 di seluruh Indonesia.

Penambahan kasus baru pada hari yang sama juga dilaporkan cukup tinggi, 2.858 kasus.

Bahkan, sehari sebelumnya temuan kasus baru infeksi virus corona di Indonesia melebihi angka 3.000 kasus.

Meski pandemi belum menunjukkan tren menurun, masih banyak ditemukan warga yang tak memenuhi anjuran protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Berbagai tempat publik mulai padat. Banyak yang tak mengenakan masker dan tak menjaga jarak aman.

Sejumlah daerah pun menerapkan aturan dengan hukuman dan sanksi denda bagi yang melanggar protokol kesehatan.

Baca juga: Video Viral Acara Dangdutan di Pengasinan Dipenuhi Warga, Ini Tanggapan Pemkot Depok

Efektifkah penerapan hukuman untuk "memaksa" warga patuh pada tindakan pencegan Covid-19?

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartiko, mengatakan, ada skema yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan dalam situasi pandemi seperti saat ini. 

"Tentu kalau government control  (berupa tindakan) ditangkap, didenda, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Ya menyelesaikan, tapi tidak keseluruhan," kata Drajat, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (30/8/2020).

Menurut dia, salah satu cara yang dipandang efektif untuk membuat masyarakat mematuhi aturan yang tunggal adalah dengan melibatkan peran para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau tokoh-tokoh lain yang menjadi panutan masyarakat (reference actor).

"Yang diperlukan adalah social control, keterlibatan masyarakat untuk mengontrol anggotanya. Kalau ini bisa dilakukan, baik melalui tokoh masyarakat, masjid, dan sebagainya, secara terus-menerus (membuat masyarakat taat aturan) itu bisa," sebut Drajat.

Peran tokoh-tokoh masyarakat diperlukan untuk mengakomodasi heterogenitas yang ada dalam masyarakat.

Baca juga: New Normal Bukan Berarti Menantang Virus, tetapi Patuh Protokol Kesehatan

Drajat menjelaskan, sejak awal virus corona merebak di Tanah Air, tanggapan masyarakat atas konstruksi Covid-19 yang dibangun pemerintah sudah beragam.

Tidak semua takut, tidak semua percaya, dan tidak semua mau mengikuti apa yang disampaikan pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Panggung Kampanye Capres di Meksiko Roboh, 9 Orang Meninggal dan Puluhan Luka-luka

Panggung Kampanye Capres di Meksiko Roboh, 9 Orang Meninggal dan Puluhan Luka-luka

Tren
Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Matahari Tepat di Atas Kabah 27 Mei, Ini Cara Meluruskan Kiblat Masjid

Tren
Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Kisah Pilu Simpanse yang Berduka, Gendong Sang Bayi yang Mati Selama Berbulan-bulan

Tren
Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Bobot dan Nilai Minimum Tes Online 2 Rekrutmen BUMN 2024, Ada Tes Bahasa Inggris

Tren
6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

6 Artis yang Masuk Bursa Pilkada 2024, Ada Ahmad Dhani dan Raffi Ahmad

Tren
7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

7 Dokumen Syarat Pendaftaran CPNS 2024 yang Wajib Disiapkan

Tren
Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Kelompok yang Boleh dan Tidak Boleh Beli Elpiji 3 Kg, Siapa Saja?

Tren
Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Jarang Diketahui, Ini Manfaat dan Efek Samping Minum Teh Susu Setiap Hari

Tren
Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Pertamina Memastikan, Daftar Beli Elpiji 3 Kg Pakai KTP Tak Lagi Dibatasi hingga 31 Mei 2024

Tren
Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Benarkah Makan Cepat Tingkatkan Risiko Obesitas dan Diabetes?

Tren
BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

BMKG: Daftar Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 24-25 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Natrium, Pantangan Penderita Hipertensi | Sosok Pegi Pelaku Pembunuhan Vina

Tren
8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

8 Golden Rules JKT48 yang Harus Dipatuhi, Melanggar Bisa Dikeluarkan

Tren
Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Saat Prabowo Ubah Nama Program Makan Siang Gratis Jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak...

Tren
Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Microsleep Diduga Pemicu Kecelakaan Bus SMP PGRI 1 Wonosari, Apa Itu?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com