KOMPAS.com – Masyarakat diimbau untuk waspada terhadap peredaran telur infertil. Jangan tergiur harga murah!
Imbauan ini disampaikan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) merespons temuan penjualan telur infertil.
"Konsumen diharapkan cerdas, tidak tergiur dengan harga yang murah. Belilah telur yang memang diperuntukkan untuk konsumsi dan berlabel NKV karena telah dijamin keamanan dan kualitasnya oleh pemerintah," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Dirjen PKH Kementan), I Ketut Diarmita dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (14/6/2020).
Ia juga meminta masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang apa itu telur infertil.
“Telur infertil adalah telur yang tidak dapat ditetaskan karena tidak/gagal dibuahi sehingga tidak mempunyai embrio (infertil),” kata Ketut.
Ketut mengatakan, pada dasarnya ada dua jenis telur infertil, yaitu yang dapat dikonsumsi dan tidak dapat dikonsumsi.
Pertama, telur yang bersumber dari ayam ras petelur atau layer komersial hasil budidaya, dan bukan untuk pembibitan.
Oleh karena itu, dalam pemeliharaannya tidak dicampur dengan pejantan karena ditujukan untuk konsumsi.
Baca juga: Soal Telur Infertil, Adakah Perbedaan Nilai Gizi dengan Telur Fertil?
Telur jenis pertama ini adalah telur yang sering disebut telur konsumsi.
"Telur ini adalah telur infertil yang aman dan sehat untuk dikonsumsi serta tidak dicirikan oleh warna cangkang tertentu," kata Ketut.
Sementara, telur infertil yang dilarang diperjualbelikan merupakan telur infertil jenis kedua yang berasal dari breeding farm ayam ras.
“Telur infertil ini adalah telur tetas atau hatching egg (HE) yang tidak dibuahi oleh sel sperma dari ayam jantan. Pembuahan telur HE melalui Inseminasi Buatan (IB) atau pencampuran dengan pejantan dalam pemeliharaannya,” lanjut dia.
Ia mengatakan, telur HE atau yang disebut juga dengan telur tertunas dapat ditetaskan karena mempunyai embrio (fertil) yang kemudian dapat dijadikan untuk bibit ayam atau yang disebut dengan DOC (Day Old Chick).
Telur-telur ini memerlukan pemrosesan dengan mesin setter atau inkubator untuk penetasan dengan masa inkubasi selama 18 hari.
Setelah inkubasi HE diteropong (candling) dan akan dipindah ke mesin tetas (hatcher).
Melalui peneropongan ini, ditentukan apakah telur infertil atau fertil. Telur infertil menunjukkan warna yang terang, sedangkan pada telur fertil warnanya gelap.
Saat periode ini, telur HE umumnya menghasilkan rata-rata persentase telur infertil mencapai 12 persen dari telur yang diinkubasi, sehingga umumnya fertilitas rata-rata mencapai 83 persen bergantung struktur flok suatu farm.
Baca juga: Cerita Peternak Mengadu soal Telur Infertil ke Presiden Jokowi: Saya Beranikan Diri
Hal ini karena pada dasarnya telur memiliki masa simpan tertentu dan pemrosesan telur HE tersebut mengurangi masa simpannya.
“Masa simpan telur menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) telur konsumsi tahun 2018 adalah 14 hari setelah produksi pada suhu ruangan dengan kelembaban 80-90 persen,” ujar dia.
Adapun telur dapat bertahan hingga 30 hari sejak masa produksi pada suhu dingin yaitu 4–7 derajat celcius dengan kelembaban 60-70 persen.
Menurut dia, ada potensi risiko kesehatan bagi masyarakat selain terkait masa simpan tersebut apabila mengkonsumsi telur infertil dari breeding farm.
Alasannya, adanya kemungkinan residu fumigasi dari formaldehid yang dapat masuk dalam saluran pencernaan manusia saat telur ini dikonsumsi.
Ketut mengatakan, dalam Permentan 32 tahun 2017, sebenarnya tidak ada larangan untuk mengkonsumsi telur HE atau telur infertil karena pada dasarnya telur HE/telur infertil memang tidak diproduksi dengan tujuan sebagai telur konsumsi.
Baca juga: Apa Itu Telur Infertil?
Permentan tersebut juga mengatur pelarangan jual beli telur HE dan infertil.
Alasannya, selain karena telur HE dan telur infertil memang bukan untuk dikonsumsi, peredarannya akan berpengaruh pada keseimbangan supply-demand telur ayam konsumsi.
Ketut menyebutkan, pemerintah memberikan jaminan keamanan telur berupa Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
"Sertifikat NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah, telah dipenuhinya persyaratan higiene dan sanitasi sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk," kata dia.
NKV ini wajib dimiliki semua unit usaha produk hewan termasuk budidaya ayam petelur dan unit usaha pengumpulan, pengemasan dan pelabelan telur konsumsi.
Hal ini sesuai Permentan No. 11 Tahun 2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner pada unit usaha produk hewan.
Bagi unit usaha yang tidak mengajukan sertifikasi NKV atau unit usaha yang belum memenuhi persyaratan teknis (dalam pembinaan maksimal 5 tahun) dapat dikenakan sanksi mulai dari sanksi administrasi berupa Peringatan Tertulis dan atau Penghentian sementara dari kegiatan produksi hingga pencabutan izin usaha.
Baca juga: INFOGRAFIK: Telur Infertil dan Ciri-cirinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : Infografik: Apa itu https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.