Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Privilege dan Pengaruhnya terhadap Mobilitas Sosial Seseorang...

Kompas.com - 09/06/2020, 08:36 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Dalam studi berjudul Effect of Growing Up Poor on Labor Market Outcomes: Evidence from Indonesia, The SMERU Research Institute mengambil sampel anak-anak yang berusia 8–17 tahun pada tahun 2000. Sebanyak 17 persen dari sampel tersebut merupakan anak dari keluarga miskin.

Lembaga itu kemudian melihat pendapatan mereka pada 2014, saat mereka telah berusia 22–31 tahun. 

Hasilnya, anak-anak dari keluarga miskin memiliki pendapatan sekitar 87 persen lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga sejahtera saat mereka dewasa. 

Baca juga: Catat, Berikut 6 Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran 8 Juni dan Linknya!

Setiap orang berhak untuk kesempatan yang sama

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sujito menjelaskan, terkait masalah privilege dan kesetaraan hak yang dimiliki oleh semua orang untuk bisa sukses.

Selama ini ada permasalahan yang disebut sebagai problem struktural.

"Anaknya orang miskin, dia akan miskin terus ketika dia terbebani. Sejak kecil harus bekerja, akhirnya tidak punya kesempatan sekolah. Kalaupun dia punya kesempatan sekolah, tidak optimal," kata Arie saat dihubungi Kompas.com, baru-baru ini.

Arie menyebut ini sebagai kemiskinan struktural atau berantai. Ia juga menyebut negara memiliki tanggung jawab untuk memutus rantai kemiskinan itu.

Baca juga: Di Indonesia, Anak Miskin akan Tetap Miskin Ketika Dewasa

Negara perlu melakukan afirmasi terhadap kelompok-kelompok miskin, dengan pemberian bantuan dan subsidi, sehingga mereka mampu bersaing dengan kelompok-kelompok yang "berada". 

Poin utamanya adalah, memberi mereka kesempatan terhadap akses yang sama.

Menurut Arie, ketika negara memiliki sistem yang bisa melindungi warga negaranya, mulai dari pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan maka warga negara akan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesuksesan.

"Kalau kerja keras, dia berkompetisi dan ada hak yang sama, maka dia bisa sukses. Namun, kalau dia bekerja keras tetapi selalu menghadapi beban struktural, seperti mencari akses bantuan susah, untuk bersaing juga dihambat, dan ada diskriminasi, itu melahirkan yang disebut kemiskinan karena beban sistemik," kata Arie.

Menurutnya, negara memiliki tugas sesuai dengan konstitusi yakni membuka kran untuk memenuhi hak warga negara. Negara harus adil sehingga menciptakan peluang mobilitas sosial.

"Liberalisasi seringkali menciptakan ketidakadilan baru, karena itu negara harus memiliki komitmen. Kalau hanya kerja keras saja tapi rantai yang membuat kemiskinan sistemik itu tidak dipotong maka permasalahan tidak akan selesai," kata Arie.

Baca juga: Melihat Unjuk Rasa Kasus George Floyd di Berbagai Negara...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Bagaimana Nasib Uang Nasabah Paytren Pasca Ditutup? Ini Kata Yusuf Mansur

Tren
Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Jaringan Sempat Eror Disebut Bikin Layanan Terhambat, BPJS Kesehatan: Tetap Bisa Dilayani

Tren
Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Seekor Kucing Mati Setelah Diberi Obat Scabies Semprot, Ini Kronologi dan Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com