Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Jepang yang Punya Sejarah Panjang soal Banjir...

Kompas.com - 03/01/2020, 13:22 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

Dari penampungan silindris tersebut akan ditampung kemudian diteruskan melalui pompa menuju Sunga Edo.

Pompa dengan kekuatan 13.000 tenaga kuda itu mampu mendorong air 200 ton per detik.

Ketika Topan Hagibis menghantam Jepang pada Oktober 2019 dan menewaskan 80 orang, wilayah Tokyo terhindar berkat jaringan waduk dan drainase MAOUDC yang beroperasi 24 jam.

Dikutip dari Asia Nikkei, air dari sungai Nakagawa, Kuromatsu, dan Komatsu dari anak sungai Tone dialihkan ke MAOUDC untuk dipompa ke Sungai Edogawa.

Sebanyak 11,5 juta ton air dialirkan. Bahkan, selama badai, saluran pembuangan terisi penuh untuk kedua kalinya sejak 2006.

Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang menyebutkan, 1.200 rumah di dekat Sungai Nakagawa dan Ayase memang masih mengalami banjir.

Namun, angkanya lebih rendah dibandingkan Topan Judy yang merendam 61.000 ribu rumah pada 1982.

Indonesia juga sebenarnya pernah membuat proyek besar penanggulangan banjir.

Salah satunya pembuatan dua banjir kanal untuk membebaskan ibu kota dan sebagian wilayah di sekitarnya dari banjir.

Dikutip dari Harian Kompas, 23 Oktober 1973, Pemerintah Indonesia bahkan mengundang beberapa ahli dari Belanda untuk melakukan penelitian.

Proyek itu di antaranya proyek Banjir Kanal Timur, yang dibuat untuk mengurangi beban Kali Cakung, Kali Bauran, Kali Sunter dan Kali Cipiang.

Sebelumnya, kali-kali itu meluap dan menggenangi daerah industri Pulo Gadung.

Saat itu, BKT direncanakan dibuat sepanjang 23 kilometer dengan anggaran Rp 10 miliar. Pembuatan banjir kanal, menurut ahli Belanda, dinilai lebih murah jika dibandingkan mengeruk dan menormalisasi banjir-kanal yang ada.

Menurut Kepala Pro Banjir Ir Supardi kala itu, lumpur yang harus dikeruk di banjir kanal mencapai 4 juta m3. Sehingga memerlukan anggara Rp 4 miliar.

Supardi menyebutkan, tiga faktor penghambat penyelesaian masalah banjir Jakarta saat itu di antaranya karena minimnya anggaran, tidak adanya teknis perencanaan dan pembebasan lahan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com