Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Wacana Hukuman Mati bagi Koruptor...

Kompas.com - 10/12/2019, 20:55 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Sumber kompas.com

KOMPAS.com - Pemberian hukuman mati bagi terpidana koruptor di Indonesia masih terus menjadi perdebatan hingga hari ini.

Sebagian menganggap jenis hukuman ini dapat menimbulkan rasa jera, karena diberikan hukuman yang paling berat. Namun ada juga yang menentangnya dengan berbagai alasan. Misalnya karena alasan hukuman mati yang dinilai tidak efektif menimbulkan rasa jera.

Pendapat ini salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju.

Ia menyampaikan sejumlah contoh negara-negara yang menerapkan hukuman mati bagi koruptor, nyatanya angka korupsi di sana masih tetap tinggi, salah satunya China.

Untuk itu, upaya yang berbentuk pencegahan dinilai lebih efektif untuk mengatasi jenis kejahatan ini.

"ICJR memandang bahwa pemberantasan korupsi akan jauh lebih efektif jika memaksimalkan langkah-langkah pencegahan melalui perbaikan sistem pemerintahan dan penegakan hukum agar memiliki tingkat transparansi dan akuntabilitas yang tinggi," kata Anggara kepada Kompas.com, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Mantan Napi Korupsi Diperbolehkan Ikut Pilkada, KPK: Kita Harus Tegas

Perampasan Aset

Senada dengan Anggara, Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti juga tidak menyetujui pemberlakuan hukuman mati.

Menurutnya ada cara yang lebih efektif untuk menimbulkan rasa jera daripada sekadar diberi hukuman mati.

"Efek jera seharusnya bisa diberikan tanpa memberikan hukuman mati, tapi memberikan sanksi yang lebih baik. Misalnya perampasan aset. Misalnya (dihukum) 7 tahun terus keluar dari penjara, keluarganya bisa aja masih menikmati (hasil korupsi), asetnya kan tersebar di mana-mana," ujar Bivitri.

Selain itu, Bivitri menilai seluruh elemen yang memiliki peran penegakan hukum di negara ini harus konsisten terhadap satu pandangan yang sama untuk memberantas korupsi. 

Tak jauh berbeda dengan yang disampaikan Bivitri, Anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem Taufik Basari juga menganggap pemberlakuan hukuman yang konsisten jauh lebih efektif diterapkan daripada mematikan pelaku.

"Nah ini persoalan konsistensi dalam penegakan hukum itulah yang akan menimbulkan efek Jera. Orang akan berpikir saya tidak punya peluang untuk berbuat kejahatan karena kalau saya berbuat kejahatan pasti dengan mudahnya saya akan dihukum. Jadi lebih ke situnya," katanya, Selasa (10/12/2019).

Baca juga: Saat Masyarakat Mulai Tak Mengindahkan Peraturan...

Persetujuan Masyarakat

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan hukuman mati mungkin saja diterapkan apabila mendapat persetujuan dari masyarakat.

Hal itu diungkapkannya saat menjawab pertanyaan seorang siswa di SMK Negeri 57 Jakarta, Minggu (9/12/2019).

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan. Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," ujar Jokowi seperti dikutip dari artikel Kompas.com (9/12/2019).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com