Akibatnya, es di dua kutub bumi meleleh dengan cepat, melebihi prediksi ilmuwan. Air laut naik dan membanjiri daratan.
Diprediksi sebagian besar Jakarta--jika tidak seluruhnya--akan benar-benar tenggelam pada 2050. Begitu juga kota-kota lain di dunia.
Meskipun air laut berlimpah, air bersih sebagai sumber kehidupan kita akan berkurang drastis akibat pemanasan.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia, ketersediaan air bersih di kota-kota di seluruh dunia akan turun hingga dua per tiga. Akibatnya, kita akan krisis pangan.
Panasnya suhu juga akan menambah kejadian gelombang panas yang mematikan. Di hutan-hutan yang bekerja sebagai paru-paru bumi, kebakaran akan lebih sering terjadi akibat peningkatan suhu dan kekeringan.
Baca juga: Mimpi Buruk Perubahan Iklim (2): Diracun di Udara dan Lautan
Asap dari pembakaran itu akan merusak pertumbuhan generasi muda. Kalau pun bukan karena asap kebakaran hutan, tubuh tetap akan rusak karena polusi udara dari mobil dan pabrik.
Tak ada cara cepat untuk menghentikan ini semua.
Sebenarnya bukan kali ini saja bumi berubah. Dikutip dari The Uninhabitable Earth: Life After Warming (2019), bumi sudah lima kali menjalani kepunahan massal. Semua disebabkan karena perubahan iklim akibat gas rumah kaca.
Yang pertama, sekitar 450 juta tahun lalu, 86 persen spesies punah. Yang paling parah, 250 juta tahun lalu, ketika karbon dioksida membuat bumi lebih hangat lima derajat celsius.
Pemanasan itu memicu gas metana yang akhirnya menghapus seluruh kehidupan di bumi. Saat ini, kita melepaskan karbon dioksida setidaknya 10 kali lebih cepat.
Baca juga: Resmi Sudah, Kita Akan Dikenang sebagai Zaman Plastik di Masa Depan
Di abad 21, manusia tinggal menunggu bencana mana yang akan menewaskannya lebih dulu. Bisa karena tenggelam, kepanasan, kelaparan, infeksi paru-paru, atau konflik bersenjata.
Bisa juga karena terjangkit penyakit mematikan yang mikroba pembawanya bangkit setelah ribuan tahun membeku di lapisan es.
Jika manusia purba hidup pada era holosen, maka saat ini kita hidup di era antroposen. Antroposen adalah periode geologi ketika aktivitas manusia mulai mendominasi planet bumi.
Seperti yang ditulis Roy Scranton dalam bukunya Learning to Die in the Anthropocene: Reflections on the End of a Civilization (2015), ini adalah tantangan terbesar bagi peradaban manusia.
Ketika kemajuan yang kita miliki membuat kita sadar bahwa kita akan punah. Namun semuanya terlambat. Kiamat sudah dekat.
Baca juga: Meski Tak Bisa Dihindari, 5 Cara Ini Dapat Kurangi Efek Pemanasan Global
Boleh jadi prediksi yang dipaparkan dalam serial tulisan ini hanya ketakutan semata. Presiden Amerika Serikat Donald Trump saja tak mempercayainya.
Bisa jadi, alam hanya mencari keseimbangan barunya dan manusia bisa selamat.
Namun, tak ada salahnya mencoba mencegah laju perubahan iklim. Apa yang bisa kita lakukan?
Berdasarkan kesepakatan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), ada banyak hal yang harus dilakukan serentak untuk menekan laju pemanasan global.
Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Negara Miskin Semakin Miskin