Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Buruk Pemanasan Global (6): Kiamat Sudah Dekat

Kompas.com - 08/12/2019, 20:30 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Akibatnya, es di dua kutub bumi meleleh dengan cepat, melebihi prediksi ilmuwan. Air laut naik dan membanjiri daratan.

Diprediksi sebagian besar Jakarta--jika tidak seluruhnya--akan benar-benar tenggelam pada 2050. Begitu juga kota-kota lain di dunia.

Meskipun air laut berlimpah, air bersih sebagai sumber kehidupan kita akan berkurang drastis akibat pemanasan.

Berdasarkan penelitian Bank Dunia, ketersediaan air bersih di kota-kota di seluruh dunia akan turun hingga dua per tiga. Akibatnya, kita akan krisis pangan.

Panasnya suhu juga akan menambah kejadian gelombang panas yang mematikan. Di hutan-hutan yang bekerja sebagai paru-paru bumi, kebakaran akan lebih sering terjadi akibat peningkatan suhu dan kekeringan.

Baca juga: Mimpi Buruk Perubahan Iklim (2): Diracun di Udara dan Lautan

Asap dari pembakaran itu akan merusak pertumbuhan generasi muda. Kalau pun bukan karena asap kebakaran hutan, tubuh tetap akan rusak karena polusi udara dari mobil dan pabrik.

Tak ada cara cepat untuk menghentikan ini semua.

Antroposen

Sebenarnya bukan kali ini saja bumi berubah. Dikutip dari The Uninhabitable Earth: Life After Warming (2019), bumi sudah lima kali menjalani kepunahan massal. Semua disebabkan karena perubahan iklim akibat gas rumah kaca.

Yang pertama, sekitar 450 juta tahun lalu, 86 persen spesies punah. Yang paling parah, 250 juta tahun lalu, ketika karbon dioksida membuat bumi lebih hangat lima derajat celsius.

Pemanasan itu memicu gas metana yang akhirnya menghapus seluruh kehidupan di bumi. Saat ini, kita melepaskan karbon dioksida setidaknya 10 kali lebih cepat.

Baca juga: Resmi Sudah, Kita Akan Dikenang sebagai Zaman Plastik di Masa Depan

Di abad 21, manusia tinggal menunggu bencana mana yang akan menewaskannya lebih dulu. Bisa karena tenggelam, kepanasan, kelaparan, infeksi paru-paru, atau konflik bersenjata.

Bisa juga karena terjangkit penyakit mematikan yang mikroba pembawanya bangkit setelah ribuan tahun membeku di lapisan es.

Jika manusia purba hidup pada era holosen, maka saat ini kita hidup di era antroposen. Antroposen adalah periode geologi ketika aktivitas manusia mulai mendominasi planet bumi.

Seperti yang ditulis Roy Scranton dalam bukunya Learning to Die in the Anthropocene: Reflections on the End of a Civilization (2015), ini adalah tantangan terbesar bagi peradaban manusia.

Ketika kemajuan yang kita miliki membuat kita sadar bahwa kita akan punah. Namun semuanya terlambat. Kiamat sudah dekat.

Baca juga: Meski Tak Bisa Dihindari, 5 Cara Ini Dapat Kurangi Efek Pemanasan Global

Sekarang atau tidak sama sekali

Boleh jadi prediksi yang dipaparkan dalam serial tulisan ini hanya ketakutan semata. Presiden Amerika Serikat Donald Trump saja tak mempercayainya.

Bisa jadi, alam hanya mencari keseimbangan barunya dan manusia bisa selamat.

Namun, tak ada salahnya mencoba mencegah laju perubahan iklim. Apa yang bisa kita lakukan?

Berdasarkan kesepakatan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), ada banyak hal yang harus dilakukan serentak untuk menekan laju pemanasan global.

Baca juga: Pemanasan Global Sebabkan Negara Miskin Semakin Miskin

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Studi Ungkap Obesitas pada Anak Bisa Kurangi Setengah Harapan Hidupnya

Tren
Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal karena Kecelakaan Helikopter, Siapa Penggantinya?

Presiden Iran Ebrahim Raisi Meninggal karena Kecelakaan Helikopter, Siapa Penggantinya?

Tren
Cara Menambahkan Alamat Rumah di Google Maps, Bisa lewat HP

Cara Menambahkan Alamat Rumah di Google Maps, Bisa lewat HP

Tren
3 Idol Kpop yang Tersandung Skandal Burning Sun

3 Idol Kpop yang Tersandung Skandal Burning Sun

Tren
Spesifikasi Helikopter Bell 212 yang Jatuh Saat Membawa Presiden Iran

Spesifikasi Helikopter Bell 212 yang Jatuh Saat Membawa Presiden Iran

Tren
7 Makanan Obat Alami Asam Urat dan Makanan yang Harus Dihindari

7 Makanan Obat Alami Asam Urat dan Makanan yang Harus Dihindari

Tren
Skandal Burning Sun, Sisi Gelap di Balik Gemerlap Kpop

Skandal Burning Sun, Sisi Gelap di Balik Gemerlap Kpop

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com