Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Buruk Pemanasan Global (6): Kiamat Sudah Dekat

Kompas.com - 08/12/2019, 20:30 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan kelima, Mimpi Buruk Pemanasan Global (5): Keruntuhan Ekonomi, Perang, dan Mafia.

KOMPAS.com - Pada Oktober lalu, warga Ibu Kota dihebohkan dengan aksi memanjat di Patung Dirgantara atau Pancoran dan Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia.

Para aktivis Greenpeace nekat memanjat belasan meter untuk membentangkan spanduk bertuliskan "Orang baik pilih energi yang baik, #Reformasi dikorupsi" dan "Lawan perusak hutan #Reformasi dikorupsi".

Meski diamankan polisi, mereka tak gentar. Mereka sengaja melakukannya untuk mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama para menteri yang baru dilantik untuk memprioritaskan dua hal terkait lingkungan di Indonesia.

Di sektor energi, mereka menuntut pemerintah beralih pada energi terbarukan dan meninggalkan energi kotor batu bara. Kemudian, untuk menyelamatkan hutan dan menjaga yang masih tersisa serta melawan para perusak hutan.

Baca juga: Spanduk Juga Dibentangkan di Patung Pancoran, Pemasangnya Bungkam Saat Diperiksa Polisi

"Dua sektor ini menjadi sangat penting. Itu harus jadi prioritas jika pemerintah ingin bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan masalah lingkungan dan juga melawan perubahan iklim, karena ini berkaitan dengan isu global," kata Juru Kampanye Greenpeace Arie Rompas.

Bukan kali ini saja kebijakan lingkungan pemerintah diprotes. Dalam gelombang unjuk rasa selama enam pekan terakhir, stop pembakaran hutan dan tindak tegas korporasi yang terlibat menjadi satu dari delapan tuntutan yang diminta mahasiswa dan rakyat sipil.

Ramai-ramai protes

Protes terkait lingkungan belum pernah sekencang ini. Di barat, ada Greta Thunberg, pelajar berusia 16 tahun dari Swedia yang mengguncang dunia dengan protesnya.

Pada 2018, Ia mulai bolos dari sekolahnya untuk berunjuk rasa di depan gedung parlemen seorang diri. Saat itu, Swedia mengalami musim panas terparah dalam 262 tahun terakhir dengan gelombang panas dan kebakaran hutan.

Baca juga: Pelajar Pedemo Diajak Jenih Melihat Masalah dan Belajar dari Greta

Kini di seluruh dunia, tiap Jumat setidaknya ada sekelompok pelajar yang bolos untuk berunjuk rasa mengikuti Greta, termasuk di Jakarta.

Pada 23 September 2019 lalu, di hadapan para pemimpin dunia di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Greta yang mengidap Asperger syndrome marah-marah.

Kesepakatan Paris 2016 yang memaksa para pemerintah melakukan upaya-upaya agar pemanasan global bisa ditekan di bawah dua derajat celsius, tak diindahkan dengan serius.

Aksi Greta menginspirasi masyarakat di seluruh dunia untuk memprotes pemerintahnya. Dari 20-27 September 2019, 6 juta orang dari 150 negara turun ke jalan demi menyelamatkan bumi.

Tahun 2019 menjadi tahun di mana orang-orang bergerak serentak menuntut perbaikan. Anak-anak di seluruh dunia turun ke jalan atas haknya diwarisi bumi. Kita belum pernah seresah ini soal alam.

Baca juga: Murid Sekolah di Seluruh Dunia Kembali Gelar Unjuk Rasa Perubahan Iklim

Kepunahan massal

"Kita ada di awal kepunahan massal, dan yang Anda semua bicarakan adalah dongeng tentang kekayaan dan pertumbuhan ekonomi," kata Greta dalam pidatonya di PBB.

Greta tak salah. Kita memang sedang menghadapi kepunahan massal. Pemanasan global yang jadi kekhawatiran dua dekade, kini sudah di depan mata.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan sepanjang 2015-2019, bumi memanas 0,2 derajat celsius dibanding 2011-2015.

Penyebabnya? Kita telah memproduksi karbon dioksida, metana, dinitrogen oksida, dan gas rumah kaca lainnya secara berlebihan.

Gas-gas yang terperangkap di bumi ini menambah suhu hingga 1,1 derajat celsius dibanding sebelum masa industri (1850).

Baca juga: Mimpi Buruk Pemanasan Global (1): Jakarta Hingga Markas Facebook Tenggelam

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com