Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Setahun Belajar di Rumah, Catatan UNICEF soal Pendidikan Saat Pandemi

Hal ini dilakukan untuk menekan penyebaran dan penularan virus corona.

"Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, pada 15 Maret 2020.

Dalam rangka setahun penerapan kebijakan sekolah dari rumah, United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) merilis data pelaksanaan belajar-mengajar selama pandemi.

Apa saja isi laporannya?

Sekolah yang ditutup

Dalam laporan UNICEF, sekolah untuk lebih dari 168 juta anak di seluruh dunia telah ditutup selama hampir satu tahun penuh.

Data ini mencatat, penutupan sekolah dari 11 Maret 2020 hingga 2 Februari 2021 dilakukan di lebih dari 200 negara dan wilayah.

UNICEF mengandalkan data dari pelacak penutupan sekolah UNESCO dan database UIS soal daftar sekolah.

Negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia paling terpengaruh dengan rata-rata penutupan sekolah penuh selama 158 hari, diikuti oleh negara-negara di Asia Selatan dengan 146 hari.
Adapun negara-negara di kawasan Afrika Timur dan Selatan berada di urutan ketiga paling parah terkena dampak dengan rata-rata 101 hari.

Di antara 20 negara teratas dengan penutupan sekolah penuh terlama selama periode ini, lebih dari setengahnya berada di wilayah Amerika Latin dan Karibia.

Waktu pelajaran yang terlewatkan

Dari 214 juta siswa ini, 168 juta di 14 negara melewatkan hampir semua waktu pelajaran di kelas karena penutupan sekolah.

UNICEF mencatat, negara dengan durasi penutupan sekolah terlama cenderung memiliki prevalensi anak usia sekolah yang rendah dengan sambungan internet stabil di rumah.

Akan tetapi, ada risiko yang parah bagi siswa yang tertinggal karena tidak dapat mengakses pelajaran.

Meskipun tidak ada teknologi pembelajaran jarak jauh yang dapat sepenuhnya menggantikan pengalaman belajar di kelas, beberapa teknologi memiliki fitur yang memungkinkan mereka meniru pengaturan ruang kelas dengan lebih baik.

Alternatif selain belajar melalui ruang virtual online, adalah melalui televisi dan radio, meski kurang interaktif.

Disrupsi pendidikan

Setelah setahun belajar di rumah, anak-anak yang tidak mendapatkan akses akan semakin tertinggal dan jadi yang paling rentan akan dampaknya.

Bank Dunia memperkirakan, penutupan sekolah secara global dapat mengakibatkan hilangnya setidaknya 10 triliun dollar AS dari pendapatan seumur hidup untuk generasi ini.

Kerentanan lain pada anak, yang terjadi selama pandemi adalah adanya peningkatan pernikahan dini dan kekerasan seksual di beberapa negara, ada pula negara yang melaporkan peningkatan keterlibatan anak dalam pekerjaan rumah tangga.

Di Indonesia sendiri, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Catahu mencatat adanya peningkatan pernikahan anak sepanjang 2020 sampai 3 kali lipat.

Pada 2019 terdapat 23.126 kasus pernikahan anak, kemudian pada 2020 jumlahnya naik sebesar 64.211 kasus.

Sekolah berangsur dibuka

Sebagian besar negara telah membuka sekolah sepenuhnya, yaitu sebanyak 53 persen. Hampir seperempat negara di dunia telah membuka sebagian sekolah.

Hanya tersisa 96 juta siswa di 27 negara atau sekitar 13 persen secara global yang masih menutup penuh sekolah pada 2 Februari, 2021.

Di Indonesia sendiri, sekolah tatap muka boleh dilaksanakan jika disetujui oleh tiga pihak, sejak Januari 2021.

Tiga pihak itu adalah pemda/kanwil/kantor Kemenag, kepala sekolah, dan perwakilan orangtua melalui komite sekolah.

Persetujuan ini harus memperhatikan tingkat penularan Covid-19 di suatu daerah.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/15/135700165/setahun-belajar-di-rumah-catatan-unicef-soal-pendidikan-saat-pandemi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke