KOMPAS.com - Masyarakat dunia kini menanti kehadiran vaksin virus corona yang tengah dibuat oleh sejumlah perusahaan. Vaksin merupakan satu-satunya cara paling ampuh untuk membuat seseorang kebal terhadap virus.
Namun, seorang profesor Imperial College London Robin Shattorck mengatakan, vaksin awal virus corona mungkin akan datang dengan keterbatasan.
"Apakah vaksin itu perlindungan terhadap infeksi? Apakah itu perlindungan penyakit? Apakah perlindungan terhadap penyakit parah? Sangat mungkin vaksin itu hanya untuk melindungi dari penyakit parah dan itu sangat berguna," kata Robin, dikutip dari Bloomberg, Senin (15/6/2020).
Ketika negara-negara mulai keluar dari penguncian dengan penuh kewaspadaan, para pemimpin mencari cara pencegahan sebagai jalan untuk kembali ke kehidupan pra-pandemi.
Didorong oleh dana miliaran dollar AS dari investasi pemerintah, vaksin dari sejumlah perusahaan, seperti Pfizer Inc dan AstraZeneca Plc kini sedang dalam pengembangan.
Di antara perusahaan-perusahaan itu bahkan telah bergerak cepat dan mencapai tahap pengujian pada manusia.
Pengujian itu dilakukan setelah mendapatkan dampak positif untuk penyakit parah pada hewan, meski kurang efektif untuk infeksi.
Para ahli mengatakan, produk seperti itu mungkin akan digunakan secara luas jika disetujui sampai versi yang lebih efektif muncul di pasaran.
"Vaksin perlu melindungi dari penyakit, tapi belum tentu melindungi diri dari infeksi," kata Dennis Burton, peneliti imunologi dan vaksin di Scripps Research di La Jolla, California.
Masih Rentan
Ahli pengembangan obat di Washington University Michael Kinch mengatakan, vaksin tersebut mungkin akan mengarah pada rasa puas diri pada negara-negara yang lelah menghadapi pandemi virus corona.
"Dugaan saya adalah sehari setelah seseorang diimunisasi, mereka akan berpikir, 'Saya bisa kembali normal, semuanya akan baik-baik saja'. Mereka tak sadar bahwa mereka mungkin masih rentan terhadap infeksi," kata Kinch.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) vaksin menjadi salah satu senjata paling efektif melawan penyakit menular dan mencegah hingga 3 juta kematian per tahun.
Namun, hanya sedikit dari vaksin itu yang efektif 100 persen pada semua orang yang mendapatkannya.
Misalnya, sekitar 3 persen orang yang mendapat vaksin campak, menderita penyakit ringan dan dapat menularkannya ke orang lain.
130 Percobaan
Menurut WHO, sejauh ini lebih dari 130 percobaan sedang dilakukan dalam upaya pencegahan virus corona.
Vaksin bekerja dengan menghadirkan sistem kekebalan tubuh dalam bentuk kuman atau bagian penting darinya dengan mempersiapkan tubuh untuk merespons ketika adanya paparan virus.
Ketika itu terjadi, protein imun yang disebut antibodi akan mengarah ke dalam virus dan menghentikannya masuk ke dalam sel.
Pendekatan umum untuk meningkatkan kadar antibodi adalah dengan menyuntikkan virus yang telah dinonaktifkan atau mati.
Suntikan lain yang dikembangkan di University of Oxford menggunakan pendekatan inovatif, yaitu dengan memasukkan gen Covid ke dalam virus yang berbeda dan tidak berbahaya.
Mereka membuat protein yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan pertahanan terhadap infeksi nyata.
Sekitar seperempat foto percobaan yang terdaftar oleh WHO, termasuk dua yang sudah dalam penelitian pada manusia, mengikuti pendekatan yang sama dengan vaksin Oxford. Salah satu keunggulan teknologi ini adalah kecepatannya.
Pada akhir pekan lalu, AstraZeneca yang bermitra dengan Oxford mencapai kesepatan dengan empat negara Uni Eropa untuk mendistribusikan ratusan juta vaksin.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/15/142900565/vaksin-pertama-covid-19-mungkin-tak-membuat-kebal-pada-infeksi