Pandangan-pandangan para pelopor kemerdekaan didistribusikan lewat media koran dan majalah. Tulisan-tulisan dan pidato-pidato mereka menebar ke sebagian elite. Itu baru efektif.
Tidak efektifnya perlawanan terhadap penjajahan selama dua ratus tahun, atau lima puluh tahun, atau berapa lama penjajahan berganti-ganti merupakan catatan tersendiri. Kok ya tahan sekali kita menderita dijajah. Kok ya mau-maunya kita dijajah selama itu.
Walaupun jawabannya kompleks, dari segi budaya politik lokal, ekonomi kapitalisme klasik, kepatuhan massal, dan lain-lain, tetap saja kita akui itu catatan menarik.
Daya tahan masyarakat Nusantara selama dua ratus tahun diperintah bangsa asing butuh perhatian kita. Betapa kuatnya kita menderita, menerima nasib, dan tetap hidup dan bertahan apa adanya.
Daya tahan kita memang luar biasa, bisa jadi kita kagumi resiliensi bangsa sendiri. Kekuatan kolektif yang membuat bangsa ini bertahan hingga kini.
Begitu juga, daya tahan rakyat ini berkali-kali ditunjukkan setelah kemerdekaan, dan masih juga berulang-ulang.
Setelah merdeka memasuki era revolusi, daya tahan bangsa dan negara ini diuji dengan berbagai kesulitan ekonomi dan politik. Puncaknya, catatan kelam 1965 menguji kekuatan daya tahan kita.
Rakyat bertahan, tetap patuh pada pergantian pemerintahan dari era revolusi ke era pembangunan.
Tidaklah berakhir daya tahan kita diuji oleh waktu dan periode, tetap kita lalui. Pemerintahan Orde Baru bertahan selama tiga puluh tahun.
Bagaimana seni bertahan dalam ketaatan menguras kesabaran tanpa habis. Kekuatan untuk menerima dan tidak menunjukkan makar itu adalah seni bela diri tersendiri.
Baru pada akhir penghujung abad, reformasi bergerak pelan-pelan yang didorong oleh krisis politik dan ekonomi. Dalam krisis Rupiah di awal demokrasi multi-partai, kita pun bertahan dalam kesusahan.
Alam menguji terus mental dan daya tahan Nusantara. Gunung meletus, tsunami, gempa, pandemi global covid-19 dan kecelakaan-kecelakaan tak berhenti.
Bersedih dan berduka itu biasa, tetapi tidak pernah larut lama. Tidak ada tradisi berduka massal berkepanjangan, atau mundur dari keadaan, atau bunuh diri ramai-ramai.
Tidak, rakyat tidak pernah putus asa dari kehidupan dan memilih hidup terus walaupun apa adanya. Yang penting hidup berlanjut.
Sikap bijak dalam menerima apa adanya walaupun berat tercantum dalam banyak nasihat dan pepatah daerah.
Nrimo-nya orang Jawa, perjuangan orang Madura, kegigihan orang Minangkabau, daya tahan orang Dayak, petualangan orang Bugis, harmonisasi orang Bali, gembiranya orang Melayu, tarian orang-orang Papua, dan lain-lain. Itulah daya tahan yang dimiliki orang-orang Indonesia.
Gawe demokrasi kita jalani, rakyat negeri ini tetap menunjukkan mental dan kelihaiannya menyikapi berbagai manuver dan akibatnya.
Waktu akan melewati kita dengan pasti. Matahari tetap terbit dan tenggelam pada waktunya. Jam tetap berputar. Sejarah maju terus. Hidup sesuai guratan taqdirnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.