Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pangeran Diponegoro Ditangkap dan Diasingkan Belanda

Kompas.com - 26/03/2024, 09:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pangeran Diponegoro merupakan tokoh pahlawan nasional yang dikenal sebagai pemimpin Perang Diponegoro.

Perang Diponegoro atau Perang Jawa melawan Belanda berlangsung selama hampir lima tahun, yakni antara 1825 hingga 1830.

Pada akhir perang inilah, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan oleh Belanda hingga akhir hayatnya.

Berikut ini kisah Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan oleh Belanda.

Baca juga: Sebab Umum dan Sebab Khusus Terjadinya Perang Diponegoro

Mengapa Pangeran Diponegoro bisa tertangkap?

Perang Diponegoro pecah pada 20 Juli 1825 di Yogyakarta, yang kemudian meluas hampir ke seluruh Pulau Jawa karena banyak yang mendukung Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro memimpin sendiri pasukannya untuk melawan Belanda secara gerilya, hingga membuat pemerintah kolonial pusing.

Jenderal de Kock, yang memimpin pasukan Belanda dan dianggap gagal menumpas pemberontakan Pangeran Diponegoro, mendapat kritik dari para residen Belanda, karena sangat merugikan dari segi psikologis, politis, dan ekonomis.

Operasi Jenderal de Kock mulai membuahkan hasil setelah menerapkan strategi Benteng Stelsel untuk menangkap Pangeran Diponegoro.

Pada 11 November 1829, Pangeran Diponegoro nyaris tertangkap oleh pasukan gerak cepat yang dipimpin oleh Mayor AV Michiels di daerah Pegunungan Gowong, barat daya Kedu.

Pangeran Diponegoro terpaksa terjun ke jurang dan setelah itu tidak terlihat di manapun, seolah ditelan bumi.

Baca juga: Keris Kiai Nogo Siluman, Pusaka Milik Pangeran Diponegoro

Atas desakan rajanya, yang harus segera mengakhiri peperangan dengan menangkap atau membunuh Pangeran Diponegoro, tanpa perundingan, Jenderal de Kock harus mengubah strateginya.

Namun, Jenderal de Kock merasa tidak akan bisa menangkap Pangeran Diponegoro tanpa melakukan perundingan.

Pada akhirnya, Jenderal de Kock tetap memilih jalan perundingan. Melalui Basah Kerto Pengalasan, seorang dari pasukan Diponegoro yang menyerah dan diperlakukan Belanda sebagai teman, ia menulis surat kepada patih Pangeran Diponegoro, Raden Adipati Abdullah Danurejo.

Kemudian surat itu dibalas oleh Raden Adipati Abdullah Danurejo, yang meminta gencatan senjata.

Akan tetapi, De Kock menolak permintaan tersebut dan menginginkan Pangeran Diponegoro langsung yang menuliskan surat untuk berunding.

Baca juga: Hendrik de Kock, Pemimpin Belanda pada Perang Diponegoro

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com