Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa 9 Februari Diperingati sebagai Hari Pers Nasional?

Kompas.com - 07/10/2023, 12:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Selain itu, Hari Pers Nasional menjadi penting karena keberadaan PWI membuat wartawan Indonesia semakin kokoh dan menjadi ujung tombak perjuangan nasional.

Terbentuknya PWI, bersama dengan surat kabar dan pers, selalu terkait erat dengan sejarah lahirnya semangat idealisme perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan.

Peran pers sangat signifikan pada masa revolusi fisik dan pertemuan di Yogyakarta pada 8 Juni 1946, di mana tokoh-tokoh surat kabar dan pers nasional bersatu dalam Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).

Pendirian Serikat Penerbit Suratkabar (SPS)

Selain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), terdapat organisasi pers lain yang didirikan.

Pada 8 Juni 1946, para tokoh surat kabar dan tokoh pers nasional berkumpul di Yogyakarta dan menyatakan pembentukan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).

Pendirian Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) pada saat itu menjadi salah satu peristiwa bersejarah Hari Pers Nasional yang muncul dari pemikiran bahwa kelompok penerbit pers nasional perlu diatur dan dikelola secara ideal dan komersial.

Pada masa itu, pers penjajah dan pers asing berupaya mempengaruhi Indonesia.

Faktanya, SPS sudah ada sejak empat bulan sebelum 6 Juni 1946, yaitu bersamaan dengan berdirinya PWI di Surakarta pada 9 Februari 1946.

Oleh karena itu, banyak orang menyamakan kelahiran PWI dan SPS sebagai "kembar siam" karena kedua peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan.

Pada pertemuan di Balai Sono Suko di Surakarta pada 9 hingga 10 Februari, wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul.

Mereka berasal dari pemimpin surat kabar, majalah, wartawan pejuang, dan lain sebagainya. Beberapa keputusan penting diambil dalam pertemuan tersebut, termasuk:

  • Disetujui pembentukan organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang dipimpin oleh Mr. Soemanang Soerjowinoto dengan Sudarjo Tjokrosisworo sebagai sekretaris.
  •  Disetujui pembentukan sebuah komisi yang terdiri dari: Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakjat, Jakarta), B.M. Diah (Merdeka, Jakarta), Abdul Rachmat Nasution (Kantor Berita Antara, Jakarta), Ronggo Danukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto), Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya), Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang), Sudjono (Berdjuang, Malang), Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat, Yogyakarta).

Komite yang terdiri dari 10 orang ini juga dikenal sebagai "Panitia Usaha". Pada akhir Februari 1946, mereka berkumpul untuk membahas masalah yang dihadapi oleh dunia pers.

Dalam pertemuan tersebut, mereka memutuskan untuk membentuk suatu wadah yang dapat mengoordinasikan pengusaha surat kabar, yang kemudian diberi nama Serikat Perusahaan Suratkabar.

Dua puluh enam tahun kemudian, muncul Serikat Grafika Pers (SGP) sebagai kelanjutan dari permasalahan percetakan dalam negeri yang semakin merosot sejak tahun 60-an.

Pada Januari 1968, dengan dukungan dari SPS dan PWI, sebuah nota permohonan dikirimkan kepada Presiden Soeharto, meminta dukungan pemerintah untuk membantu memperbaiki kondisi pers nasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com