Sekarang informasi relatif lebih mudah dicari di internet. Apalagi banyak juga teknologi yang memudahkan kita memperoleh informasi. Contohnya ChatGPT, yang merupakan salah satu tonggak dalam era perkembangan AI gelombang ke-4.
Tentunya kita juga harus pandai memilah, karena tidak semua informasi yang kita peroleh (termasuk informasi hasil dari pemanfaatan teknologi canggih) adalah benar dan layak dipercaya.
Sedikit saja tentang hal selain baliho yang patut disimak untuk memilih calon pada pilkada, pileg sampai pilpres adalah rekam jejak. Jika rekam jejaknya baik, maka kita boleh menaruh harapan akan kemampuannya saat menduduki jabatan nanti.
Kalau tidak ada rekam jejak, maka alternatif lain untuk menjadi dasar pemilihan adalah filosofi bibit, bebet dan bobot.
Bibit adalah garis keturunan, yaitu dengan garis keturunan yang pasti, menggunakan asas kelayakan maka sang calon bisa lebih dipercaya.
Kita tidak mungkin menafikan peran penting keluarga dalam perkembangan dan sifat sang calon.
Kemudian bebet adalah status sosial ekonomi dan pergaulan. Ini lebih menekankan persepsi orang yang tampak dari luar.
Jika dari luarnya kelihatan bagus (meskipun ada ruang perdebatan mengenai ini), maka kita wajar menganggap bahwa sang calon paling tidak akan memenuhi harapan.
Terakhir, bobot adalah pendidikan dan kepribadian. Pendidikan tentu sedikit banyak memengaruhi kemampuan sang calon untuk melaksanakan tugasnya nanti.
Meskipun di lapangan keadaan terkadang berlainan (perbedaan bisa sampai 180 derajat) dari apa yang telah dipelajari sang calon, namun pendidikan (pada bidang apa pun sampai tingkat tertentu) setidaknya sudah menanamkan dasar-dasar cara berpikir logis.
Jangan lupa juga, ada hal lain yang terkadang menjadi pokok pembicaraan saat dilangsungkannya pesta demokrasi, yaitu masalah politik kekerabatan.
Sebenarnya hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Di Jepang, misalnya, politik kekerabatan (dinasti) juga terus menjadi topik hangat pada setiap pilkada dan pileg.
Penerusan kekuasaan politik kepada anak, yang dalam bahasa Jepang disebut seshuu, kerap dibandingkan dengan suksesi artis kabuki dan seni penutur tunggal (rakugo).
Jika politisi melakukan politik dinasti, maka anak (penerus) mendapatkan keuntungan berupa "san-ban" atau tiga "ban".
"Ban" pertama adalah "ji-ban", tersedianya pendukung kandidat tanpa harus bersusah payah. Kedua "kan-ban", yaitu nama atau ketenaran yang sudah diperoleh dari ayah atau para pendahulu.