Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kesenian Reog yang Digunakan untuk Mengkritik Raja Majapahit

Kompas.com - 31/03/2023, 17:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

Hal ini dilakukannya sebagai rencana cadangan barangkali Kerajaan Majapahit menerima serangan dadakan dari kekuatan lainnya.

Berbagai macam keterampilan, termasuk kanuragan, dipelajari secara serius dan disiplin di padepokan ini. Bahkan, prajurit yang dipanggil diwajibkan tidur di padepokan.

Dalam beberapa waktu kemudian, Ki Ageng Ketut telah melahirkan banyak prajurit yang memiliki jiwa dan keterampilan layaknya ksatria sejati.

Berita tentang adanya padepokan ini kemudian secara cepat menyebar ke berbagai daerah di sekitarnya.

Ki Ageng pada dasarnya tidak benar-benar melepaskan tanggung jawabnya terhadap masa depan Majapahit.

Ia selalu memikirkan solusi memperbaiki tatanan kerajaan yang buruk itu.

Hingga akhirnya, ia mendapatkan ide perlawanan terhadap tatanan kerajaan dengan cara menyindir melalui sebuah kesenian.

Kemudian, ia membuat sebuah grup kesenian yang memiliki makna menyinggung tatanan kerajaan yang buruk itu.

Baca juga: Prasasti Sukamerta, Peninggalan Kerajaan Majapahit

Ki Ageng memerankan diri sebagai Warok yang dikelilingi oleh murid-muridnya. Lewat lakon ini, ia menyiratkan bahwa peran sesepuh perlu dimunculkan.

Kemudian, ada tokoh Singo Barong dengan mahkota berbulu merak besar sebagai lambang seorang raja yang angkuh seperti Raja Bre Kertabumi.

Selain itu, juga ada Jaran Kepang atau Jathilan yang diperankan oleh pria dengan tarian yang meliuk-liuk sebagai simbol hilangnya sikap ksatria para prajurit Majapahit.

Tokoh Raja Barong dalam kesenian ini digambarkan sebagai seorang yang bijak dan cerdas, tetapi tidak didengarkan oleh raja, sehingga ia memilih menyingkir dari kerajaan.

Tujuan dari kesenian ini adalah untuk memberi sinyal sindiran kepada raja bahwa semestinya tatanan pemerintahan tidak dijalan seperti demikian.

Nasib kesenian Reog tetap berlanjut dikawal oleh Ki Ageng Ketut sampai ia meninggal.

Setelah Ki Ageng Ketut meninggal dunia, kesenian ini diteruskan oleh Ki Ageng Mirah, bupati pertama Ponorogo.

Pada masa Ki Ageng Mirah, narasi cerita Reog mulai berubah dari sindiran menjadi hiburan dengan memasukkan cerita Panji dan menambahkan tokoh lain dengan penggambaran tentang peperangan antara Kerajaan Kediri dengan Bantar Angin.

Begitulah cerita rakyat tentang asal-usul kesenian Reog yang pada mulanya digunakan sebagai alat mengkritik pemerintahan Majapahit.

Baca juga: Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit

Referensi:

  • Mashuri, dkk. (2011). Antologi Cerita Rakyat Jawa Timur. Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com