Sebuah surat kabar terbitan Selandia Baru bernama Poverty Bay Herald pernah memuat berita perihal keluarga ini. Di edisi 20 September 1919, koran tersebut mencatat bahwa RWE Dalrymple adalah seorang pengusaha perkebunan di Hindia Belanda. Dia terlibat ketegangan bisnis dengan pengusaha-pengusaha asal Jepang yang di masa itu mengintensifkan ekspansi usaha di Asia Tenggara.
Di Rumah MB15, Tuan dan Nyonya Dalrymple banyak melakukan pertemuan bisnis dengan kolega-koleganya. Saking intensnya tamu yang datang, keluarga ini kerap memasang iklan di koran hanya untuk mengumumkan kapan mereka ada di rumah, dan kapan mereka tidak bisa menerima tamu karena sedang bepergian.
Contohnya iklan di koran Bataviaasch Nieuwsblad edisi 14 dan 15 Juni 1921. Dalam iklan tersebut Dalrymple mengumumkan bahwa dia sekeluarga ada di Rumah MB15 pada Kamis, 16 Juni 1921, dan bisa menerima tamu pada malam hari mulai pukul 07.15.
Baca juga: Jan Pieterszoon Coen, Gubernur yang Memindahkan Markas VOC ke Batavia
Di koran yang sama, Tuan Dalrymple pernah mengumumkan bahwa pada Jumat, 15 Juli 1921, ia dan keluarga tidak bisa ditemui di Rumah MB15.
Keluarga Dalrymple tidak lama menjadi penghuni Rumah MB15, tak sampai dua tahun. November 1921, mereka sudah melelang perabotannya dan pindah rumah.
Terhitung sejak Desember 1921, Rumah MB15 kembali berpindah tangan. Kali ini dihuni sosok istimewa yang juga banyak berkontribusi untuk bangsa Indonesia. Dia adalah Cornelis Douwis de Langen, seorang berkebangsaan Belanda.
CD de Langen adalah dokter spesialis penyakit dalam. Dia juga memiliki keahlian di bidang kesehatan anak. CD de Langen dikirim ke Hindia Belanda untuk membantu penanganan wabah yang kerap melanda. Ia bahkan pernah menjadi ketua Influenza Commisie alias komisi penanganan pandemi flu spanyol yang saat itu merebak di Nusantara.
Kira-kira mirip Satgas Covid-19 era sekarang. Tak sekadar dokter biasa, dia merupakan guru besar ilmu kedokteran di Universiteit Utrecht. Itu sebabnya saat berkiprah di Hindia Belanda, CD de Langen juga menjadi dosen di STOVIA dan mendidik banyak calon dokter dari kaum bumiputera.
Salah satu murid kesayangannya adalah Bahder Djohan, anak Minang yang di kemudian hari mendirikan Palang Merah Indonesia, juga menjadi Menteri Pendidikan era Presiden Soekarno.
Selama menghuni Rumah MB15, CD de Langen menambah fungsi bangunan ini. Selain sebagai rumah tempat dia tinggal, juga menjadi klinik pengobatan. CD de Langen membuka praktik setiap hari pukul 16.00 sampai 18.00 untuk pemeriksaan penyakit dalam.
Dia juga menggandeng dokter H Abor, sesama dosen di STOVIA. Dokter H Abor ikut praktik di Rumah MB15 dengan membuka klinik gigi.
Di masa CD de Langen menghuni Rumah MB15, terjadi sebuah insiden pembakaran oleh wanita tak dikenal. Kejadian pada dini hari, Selasa, 5 Mei 1925 itu masuk dalam pemberitaan koran De Locomotief edisi 8 Juni 1925 dengan judul “Rechtzaken - Brandstichting uit Wraak - de Geheimzinnige Dame”.
Isinya menceritakan sidang pengadilan untuk wanita tak dikenal yang melakukan pembakaran. Dalam berita itu disebutkan, seorang wanita tak dikenal mengendap-endap masuk ke halaman rumah MB15 dan langsung membakar bangunan. Dia melakukan pembakaran dengan minyak dan kertas koran.
Beruntung api tidak merembet ke bangunan utama, dan hanya membakar kamar sopir. Sopir benama Amat itu juga selamat karena keburu dibangunkan asisten rumah tangga. Sang wanita misterius berhasil diamankan polisi dan warga, kemudian diboyong ke Gevangenis Tjipinang untuk dipenjara.
Kebakaran hanya mengakibatkan kerugian material skala kecil berupa hangusnya sebagian kamar Amat. Dalam berita itu juga disebutkan bahwa sebuah celana milik Amat yang tengah dijemur di dekat pintu, ikut hangus terbakar.
Uniknya, dalam persidangan terungkap bahwa sore hari sebelum pembakaran terjadi, Rumah MB15 menerima surat kaleng yang isinya hanya tulisan: Awas! Awas!. Dan entah ada hubungannya atau tidak, hanya dua pekan setelah insiden pembakaran, CD de Langen keluar dari Rumah MB15. Klinik kesehatan pun pindah dari rumah ini ke Jalan Raden Saleh no 47.
Kepemilikan Rumah MB15 lantas berpindah tangan ke Konsulat Jenderal Jepang. Meski tak lagi menghuni Rumah MB15, CD de Langen tak langsung pulang kampung ke Belanda. Dia masih berkiprah untuk dunia pendidikan dan kesehatan di Indonesia.
Di kemudian hari, CD de Langen bahkan tercatat sebagai rektor ketika kampus Nood-Universiteit van Nederlandsch Indie berganti nama jadi Universiteit van Indonesie. Kampus yang di era kekinian kita kenal dengan nama Universitas Indonesia.
Dalam koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie edisi Rabu, 26 Agustus 1925, Konsulat Jenderal Jepang di Batavia mengumumkan bahwa Rumah MB15 merupakan aset mereka. Tercantum pula pernyataan bahwa mulai 1 September 1925, kompleks bangunan ini resmi menjadi rumah dinas Konsul Jenderal Jepang yang saat itu dijabat Morikazu Ida.
Sebelumnya, rumah dinas Konsul Jenderal Jepang adalah sebuah bangunan di Gang Scott yang di kemudian hari menjadi Jalan Budi Kemuliaan. Cuma sebulan sejak menempati Rumah MB15, Konsul Jenderal Jepang, Morikazu Ida, langsung mengadakan pesta. Pesta berupa open house dan makan malam bersama itu digelar dalam rangka peringatan ulang tahun kaisar Jepang. Perayaan ulang tahun kaisar Jepang memang menjadi pesta tahunan di Rumah MB15 selama berstatus rumah dinas konsul jenderal.
Saat Jepang berganti kaisar pada 1926, pesta berganti waktu menjadi setiap bulan April menyesuaikan dengan tanggal lahir Kaisar Hirohito. Open house dan jamuan juga kerap dilakukan untuk merayakan momen penting lain. Misalnya setiap ada kunjungan pejabat dari Jepang, atau pesta di tahun 1930 yang diadakan untuk memperingati bangkit kembalinya Tokyo usai luluh lantak karena gempa bumi 1923.
Bergantinya sosok Konsul Jenderal Jepang tentu menandai bergantinya pula penghuni Rumah MB15. Mulai dari Morikazu Ida, Miyake, Kotani, Koshida, Ishizawa, hingga Ototsugu Saito.
i masa Konsul Jenderal Jepang dijabat Ishizawa, tepatnya pada tahun 1936, Rumah MB15 direnovasi besar-besaran, bahkan bisa disebut pembangunan ulang. Pemugaran melibatkan JFL Blankenberg, arsitek yang juga menjadi perancang rumah Laksamana Maeda.
Renovasi ini diketahui dari pengumuman yang dipasang Konsulat Jenderal Jepang di koran Het nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 25 November 1936. Pengumuman berbahasa Belanda itu menyatakan bahwa renovasi rumah dinas Konsul Jenderal Jepang di Koningsplein West 15 mengalami progres yang baik, sehingga Tuan Ishizawa bisa kembali menghuni rumah ini terhitung 27 November 1936.
Pemugaran inilah yang kemudian melahirkan bentuk Rumah MB15 seperti yang saat ini bisa kita lihat. Dengan kata lain, kalaulah Rumah MB15 butuh tanggal pembangunan sebagai identitasnya, November 1936 layak dipertimbangkan. Mengingat itu merupakan tanggal selesainya pembangunan ulang sekaligus tanggal dihuninya kembali.