Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gugum Rachmat
Penulis Lepas

Penulis adalah mantan jurnalis; peminat sejarah; penonton sepakbola lokal; kini bekerja untuk Kemenko Polhukam RI.

Rumah MB15, dari Saito ke Mahfud MD, dari Klinik Gigi ke Polhukam RI

Kompas.com - 21/12/2022, 10:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TULISAN ini tidak membicarakan politik, hukum, dan keamanan. Artikel ini perihal sejarah sebuah rumah peninggalan Belanda, tempat kami berkantor saban hari.

MB15, demikian para pegawai menyebut kompleks Kantor Kementerian Koordintor (Kemenko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Republik Indonesia (RI). Itu bukan kode khusus, apa lagi sandi rahasia. MB15 hanyalah kependekan dari Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 15, Jakarta Pusat.

Hanya dengan melihat dari trotoar, Anda sudah bisa menikmati rasa klasik kompleks perkantoran ini. Gedung utamanya adalah sebuah rumah era penjajahan. Di rumah ini pula Menko Polhukam, Mahfud MD, berjibaku tiap hari menuntaskan pekerjaan.

Pada masa Hindia Belanda, Rumah MB15 memiliki alamat Koningsplein West Nomor 15. Nama jalan Koningsplein West berkelindan dengan nama Lapangan Koningsplein, yang sekarang menjadi Lapangan Monas (Monumen Nasional).

Baca juga: Wisata di Jejak Sejarah Koningsplein

Saat Presiden Soekarno memberi nama “Medan Merdeka” untuk lapangan itu pada 1945, nama jalan di sekelilingnya ikut berubah, termasuk Koningsplein West yang menjadi Jalan Medan Merdeka Barat.

Ihwal nomor 15 untuk Rumah MB15 ternyata sudah dipakai lebih dari seratus tahun. Sistem penomoran di ruas Jalan Koningsplein West alias Medan Merdeka Barat memang sudah muncul sejak akhir 1800-an. Penomoran ini kian jadi identitas bangunan sejak awal 1900-an.

Secara umum susunan nomor rumah di Koningsplein West tidak banyak berubah setakat kini. Sebagai perbandingan, di tahun 1920-an Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah kerap masuk pemberitaan koran-koran macam Bataviaasch Nieuwsblad dan De Locomotief. Tertulis di sana alamat museum adalah Koningsplein West 12.

Sekarang, nomor 12 masih berlaku untuk Museum Gajah. Hal serupa terjadi pada gedung Rechts Hooge School -Sekolah Tinggi Ilmu Hukum pertama di Hindia Belanda- yang dibangun pada dekade 1920-an dan beralamat di Koningsplein West 13. Kini gedung itu dihuni Kementerian Pertahanan dengan alamat Medan Merdeka Barat Nomor 13.

Namun berbeda dengan dua tetangganya itu, Rumah MB15 tidak memiliki banyak dokumen yang menerangkan sejarah keberadaannya. Rumah itu hampir tidak pernah dibahas para sejarawan dalam tulisan-tulisannya. Ini tak lepas dari status Rumah MB15 yang sejak awal memang hanya tempat tinggal biasa. Bukan bangunan publik macam museum atau perguruan tinggi.

Tahun awal pembangunan Rumah MB15 bahkan tidak diketahui pasti. Namun dalam peta kadaster Batavia cetakan 1880-an yang kini jadi koleksi Perpustakaan Universiteit Leiden, rumah di alamat Koningsplein West 15 sudah tergambar. Tentu saja, rupa bangunan saat itu belum tentu persis seperti yang sekarang.

Rupa Rumah MB15 yang saat ini bisa kita lihat diyakini baru terbentuk dalam sebuah perombakan besar di era 1930-an.

CF Julius dan Kuda Australianya

Bangunan awal Rumah MB15 sudah terlukis di peta tahun 1880-an. Namun penghuni yang pertama kali dapat dilacak dalam dokumen sejarah adalah CF Julius. CF Julius tinggal di Rumah MB15 pada kisaran 1909. Hal ini diketahui dari sebuah iklan yang dia pasang di surat kabar Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie.

Dalam koran edisi Sabtu, 26 Juni 1909 itu, CF Julius mengumumkan penjualan seekor kuda australia miliknya: Berwarna cokelat, berusia enam tahun, tingggi 1,55 meter, dan sudah dikebiri.

CF Julius meminta calon pembeli langsung datang  ke rumah di Koningsplein West Nomor 15, tempat dia tinggal.

Baca juga: Mengenal Kapiten Souw Beng Kong, Perintis Batavia yang Terlupakan

Di iklan itu, dia juga menyebut bahwa penjualan dilakukan guna mengurangi jumlah kuda peliharaannya. Artinya, selain bangunan rumah, sangat mungkin pernah ada istal alias kandang kuda di kompleks MB15 ketika CF Julius menjadi penghuni.

Apalagi pada era tersebut, piara kuda memang sedang trendi, baik untuk balapan maupun sekadar transportasi. Di sudut tenggara Lapangan Monas yang saat itu masih bernama Koningsplein, bahkan ada sebuah arena pacuan kuda. Terlihat berbentuk oval dan ditandai dengan tulisan “race terrein” dalam beberapa peta lama.

Perabot Mahal LH van Nierop

Memasuki tahun 1912, penghuni Rumah MB15 sudah berganti ke LH van Nierop. Beberapa dokumen sejarah menyebut bahwa sosok ini adalah seorang pebisnis, salah satunya di bidang asuransi.

Sistem asuransi memang sudah masuk Hindia Belanda sejak 1840-an.

LH van Nierop menghuni Rumah MB15 setidaknya selama delapan tahun sampai 1920. Hengkangnya van Nierop dari rumah ini ditandai dengan prosesi lelang barang-barang miliknya. Lelang diumumkan lewat koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie terbitan 23 Februari 1920.

Memang sudah menjadi kebiasaan warga Eropa saat itu, jika pindah rumah dia akan melelang barang-barang miliknya, terutama perabot rumah tangga. Terlebih jika pindah ke lokasi yang relatif jauh. 

Hal menarik dari lelang ini adalah perabotan LH van Nierop selama tinggal di Rumah MB15 ternyata amat banyak, beragam, dan mahal. Dalam pengumuman lelang disebutkan bahwa barang yang hendak dijual atara lain kendaraan, mencakup satu mobil Fiat empat silinder berkekuatan 16 PK dan sebuah kereta kuda dengan ban yang sudah terbuat dari karet, lengkap dengan seekor kuda cendananya.

Ada juga peralatan makan dari kristal, perangkat bioskop mini, beberapa lukisan, sejumlah barang antik, jam bandul Westminster, bak mandi dengan perangkat pendingin es, satu set piano, dan dua kulkas buatan Amerika. Ya, di tahun 1920-an sudah ada kulkas, dan LH van Nierop sudah memilikinya.

Dilelang pula hewan-hewan peliharaan unik seperti burung merpati ekor kipas, burung camar, dan burung kakaktua yang sudah terlatih bicara. Tak ketinggalan tanaman hias macam anggrek gantung juga dilelangnya.

Dalam hal furnitur, wah kelewat banyak. Mulai dari beberapa set kursi tamu berbahan jati dan rotan, sejumlah rak buku, furnitur lengkap beberapa kamar tidur, furnitur lengkap kamar anak, beberapa cermin dan wastafel dari marmer, set furnitur ruang kerja, sampai meja rias dan kereta bayi. Kelewat kaya rupanya penghuni Rumah MB15 yang satu ini. 

Keluarga Dalrymple

Pertengahan 1920 Rumah MB15 kembali berganti penghuni. Kali ini ditinggali oleh keluarga Dalrymple.

Sebuah surat kabar terbitan Selandia Baru bernama Poverty Bay Herald pernah memuat berita perihal keluarga ini. Di edisi 20 September 1919, koran tersebut mencatat bahwa RWE Dalrymple adalah seorang pengusaha perkebunan di Hindia Belanda. Dia terlibat ketegangan bisnis dengan pengusaha-pengusaha asal Jepang yang di masa itu mengintensifkan ekspansi usaha di Asia Tenggara.

Di Rumah MB15, Tuan dan Nyonya Dalrymple banyak melakukan pertemuan bisnis dengan kolega-koleganya. Saking intensnya tamu yang datang, keluarga ini kerap memasang iklan di koran hanya untuk mengumumkan kapan mereka ada di rumah, dan kapan mereka tidak bisa menerima tamu karena sedang bepergian.

Contohnya iklan di koran Bataviaasch Nieuwsblad edisi 14 dan 15 Juni 1921. Dalam iklan tersebut Dalrymple mengumumkan bahwa dia sekeluarga ada di Rumah MB15 pada Kamis, 16 Juni 1921, dan bisa menerima tamu pada malam hari mulai pukul 07.15.

Baca juga: Jan Pieterszoon Coen, Gubernur yang Memindahkan Markas VOC ke Batavia

Di koran yang sama, Tuan Dalrymple pernah mengumumkan bahwa pada Jumat, 15 Juli 1921, ia dan keluarga tidak bisa ditemui di Rumah MB15.

Keluarga Dalrymple tidak lama menjadi penghuni Rumah MB15, tak sampai dua tahun. November 1921, mereka sudah melelang perabotannya dan pindah rumah.

Klinik Gigi, Guru Besar, dan Rumah yang Dibakar

Terhitung sejak Desember 1921, Rumah MB15 kembali berpindah tangan. Kali ini dihuni sosok istimewa yang juga banyak berkontribusi untuk bangsa Indonesia. Dia adalah Cornelis Douwis de Langen, seorang berkebangsaan Belanda.

CD de Langen adalah dokter spesialis penyakit dalam. Dia juga memiliki keahlian di bidang kesehatan anak. CD de Langen dikirim ke Hindia Belanda untuk membantu penanganan wabah yang kerap melanda. Ia bahkan pernah menjadi ketua Influenza Commisie alias komisi penanganan pandemi flu spanyol yang saat itu merebak di Nusantara.

Kira-kira mirip Satgas Covid-19 era sekarang. Tak sekadar dokter biasa, dia merupakan guru besar ilmu kedokteran di Universiteit Utrecht. Itu sebabnya saat berkiprah di Hindia Belanda, CD de Langen juga menjadi dosen di STOVIA dan mendidik banyak calon dokter dari kaum bumiputera.

Salah satu murid kesayangannya adalah Bahder Djohan, anak Minang yang di kemudian hari mendirikan Palang Merah Indonesia, juga menjadi Menteri Pendidikan era Presiden Soekarno.

Selama menghuni Rumah MB15, CD de Langen menambah fungsi bangunan ini. Selain sebagai rumah tempat dia tinggal, juga menjadi klinik pengobatan. CD de Langen membuka praktik setiap hari pukul 16.00 sampai 18.00 untuk pemeriksaan penyakit dalam.

Dia juga menggandeng dokter H Abor, sesama dosen di STOVIA. Dokter H Abor ikut praktik di Rumah MB15 dengan membuka klinik gigi.

Di masa CD de Langen menghuni Rumah MB15, terjadi sebuah insiden pembakaran oleh wanita tak dikenal. Kejadian pada dini hari, Selasa, 5 Mei 1925 itu masuk dalam pemberitaan koran De Locomotief edisi 8 Juni 1925 dengan judul “Rechtzaken - Brandstichting uit Wraak - de Geheimzinnige Dame”.

Isinya menceritakan sidang pengadilan untuk wanita tak dikenal yang melakukan pembakaran. Dalam berita itu disebutkan, seorang wanita tak dikenal mengendap-endap masuk ke halaman rumah MB15 dan langsung membakar bangunan. Dia melakukan pembakaran dengan minyak dan kertas koran.

Beruntung api tidak merembet ke bangunan utama, dan hanya membakar kamar sopir. Sopir benama Amat itu juga selamat karena keburu dibangunkan asisten rumah tangga. Sang wanita misterius berhasil diamankan polisi dan warga, kemudian diboyong ke Gevangenis Tjipinang untuk dipenjara.

Kebakaran hanya mengakibatkan kerugian material skala kecil berupa hangusnya sebagian kamar Amat. Dalam berita itu juga disebutkan bahwa sebuah celana milik Amat yang tengah dijemur di dekat pintu, ikut hangus terbakar.

Uniknya, dalam persidangan terungkap bahwa sore hari sebelum pembakaran terjadi, Rumah MB15 menerima surat kaleng yang isinya hanya tulisan: Awas! Awas!. Dan entah ada hubungannya atau tidak, hanya dua pekan setelah insiden pembakaran, CD de Langen keluar dari Rumah MB15. Klinik kesehatan pun pindah dari rumah ini ke Jalan Raden Saleh no 47.

Kepemilikan Rumah MB15 lantas berpindah tangan ke Konsulat Jenderal Jepang. Meski tak lagi menghuni Rumah MB15, CD de Langen tak langsung pulang kampung ke Belanda. Dia masih berkiprah untuk dunia pendidikan dan kesehatan di Indonesia.

Di kemudian hari, CD de Langen bahkan tercatat sebagai rektor ketika kampus Nood-Universiteit van Nederlandsch Indie berganti nama jadi Universiteit van Indonesie. Kampus yang di era kekinian kita kenal dengan nama Universitas Indonesia.

Gedung Kemenko Polhukam di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 15, Jakarta Pusat.Youtube Gedung Kemenko Polhukam di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 15, Jakarta Pusat.
Konsul Jepang, Pesta, dan Dipugarnya MB15

Dalam koran Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie edisi Rabu, 26 Agustus 1925, Konsulat Jenderal Jepang di Batavia mengumumkan bahwa Rumah MB15 merupakan aset mereka. Tercantum pula pernyataan bahwa mulai 1 September 1925, kompleks bangunan ini resmi menjadi rumah dinas Konsul Jenderal Jepang yang saat itu dijabat Morikazu Ida.

Sebelumnya, rumah dinas Konsul Jenderal Jepang adalah sebuah bangunan di Gang Scott yang di kemudian hari menjadi Jalan Budi Kemuliaan. Cuma sebulan sejak menempati Rumah MB15, Konsul Jenderal Jepang, Morikazu Ida, langsung mengadakan pesta. Pesta berupa open house dan makan malam bersama itu digelar dalam rangka peringatan ulang tahun kaisar Jepang. Perayaan ulang tahun kaisar Jepang memang menjadi pesta tahunan di Rumah MB15 selama berstatus rumah dinas konsul jenderal.

Saat Jepang berganti kaisar pada 1926, pesta berganti waktu menjadi setiap bulan April menyesuaikan dengan tanggal lahir Kaisar Hirohito. Open house dan jamuan juga kerap dilakukan untuk merayakan momen penting lain. Misalnya setiap ada kunjungan pejabat dari Jepang, atau pesta di tahun 1930 yang diadakan untuk memperingati bangkit kembalinya Tokyo usai luluh lantak karena gempa bumi 1923.

Bergantinya sosok Konsul Jenderal Jepang tentu menandai bergantinya pula penghuni Rumah MB15. Mulai dari Morikazu Ida, Miyake, Kotani, Koshida, Ishizawa, hingga Ototsugu Saito.

i masa Konsul Jenderal Jepang dijabat Ishizawa, tepatnya pada tahun 1936, Rumah MB15 direnovasi besar-besaran, bahkan bisa disebut pembangunan ulang. Pemugaran melibatkan JFL Blankenberg, arsitek yang juga menjadi perancang rumah Laksamana Maeda.

Renovasi ini diketahui dari pengumuman yang dipasang Konsulat Jenderal Jepang di koran Het nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 25 November 1936. Pengumuman berbahasa Belanda itu menyatakan bahwa renovasi rumah dinas Konsul Jenderal Jepang di Koningsplein West 15 mengalami progres yang baik, sehingga Tuan Ishizawa bisa kembali menghuni rumah ini terhitung 27 November 1936.

Pemugaran inilah yang kemudian melahirkan bentuk Rumah MB15 seperti yang saat ini bisa kita lihat. Dengan kata lain, kalaulah Rumah MB15 butuh tanggal pembangunan sebagai identitasnya, November 1936 layak dipertimbangkan. Mengingat itu merupakan tanggal selesainya pembangunan ulang sekaligus tanggal dihuninya kembali.

Ada beberapa informasi lain sebenarnya terkait tahun pembangunan rumah MB15. Di antaranya dalam buku berbahasa Belanda dengan judul Architectuur en Stedebouw in Indonesie. Dalam daftar bangunan yang dirancang JFL Blankenberg, tercantum tahun 1937 untuk rumah Koningsplein West 15.

Ada pula informasi bahwa Rumah MB15 dibangun 1939 dan menjadi rumah menteri luar negeri pertama, Achmad Soebardjo. Namun informasi ini terbantahkan langsung oleh autobiografi sang menteri. Rumah Achmad Soebardjo yang juga sempat jadi kantor pertama Kemenlu bukanlah Rumah MB15, tetapi rumah Cikini Raya 80, yang pada 2021 sempat jadi perbincangan karena dijual di forum online dengan banderol Rp 200 miliar.

Kembali ke Konsul Jepang sebagai penghuni Rumah MB15. Konsul Jenderal Jepang terakhir di masa penjajahan Belanda adalah Ototsugu Saito. Dia sudah menjabat sejak tahun 1939, yang artinya di kisaran tahun itu pula Ototsugu Saito mulai menghuni Rumah MB15.

Pada Desember 1941, saat Belanda dan Jepang resmi berperang, Konsulat Jenderal Jepang di Hindia Belanda jelas terimbas. Rumah MB15 sebagai rumah dinas konsul digerebek polisi Hindia Belanda. Ini bersamaan dengan penggerebekan kantor Konsulat Jenderal Jepang di kawasan Tanah Abang.

Kejadian tersebut masuk dalam beberapa pemberitaan koran Ken Po terbitan Januari 1942. Di sana disebutkan bahwa kantor dan rumah dinas Konsulat Jepang digerebek, digeledah, lalu ditutup. Para pegawainya dibawa ke luar Batavia dan menjadi interneer alias tawanan perang.

Tidak bisa dipastikan apakah Ototsugu Saito, sang konsul jenderal penghuni utama Rumah MB15, termasuk di antara para staf yang ditawan. Namun yang jelas, masa penawanan mereka tentu tidak lama, karena Maret 1942 Jepang sudah menguasai Indonesia.

Kisaran tahun 1942 hingga 1949, catatan terkait rumah MB15 terbilang “gelap”.

Dihuni Kaum Pribumi

Kabar tentang Rumah MB15 kembali muncul tahun 1950 setelah Indonesia merdeka seutuhnya. Di masa tersebut, Rumah MB15 sudah dihuni oleh nama-nama lokal. Ini diketahui lewat sebuah sayembara anjing hilang yang diumumkan koran Java Bode terbitan 3 Agustus 1950.

Intinya, barang siapa yang menemukan seekor anjing peliharaan bernama Hilda, berjenis partridge jerman, dengan bulu putih berbintik cokelat tua, silakan datangi Tuan Soerianata Djoemena di Merdeka Barat nomor 15, hadiah besar menanti.

Rupanya di tahun 1950 Rumah MB15 bukan hanya sudah dihuni warga lokal, tapi juga sudah dipublikasikan dengan alamat Merdeka Barat 15, bukan lagi Koningsplein West 15.

Tahun 1951, nama lokal lain muncul sebagai penghuni Rumah MB15. Mereka adalah keluarga Watimmena. Ini bisa diketahui karena Nyonya Watimmena gemar mengikuti kuis uji kecerdasan di koran-koran, semacam teka-teki silang. Dia pernah menjadi juara II kuis tebak angka di koran De Nieuwsgier dan berhak mendapatkan hadiah Rp 10.

Tertulis di pengumuman bahwa uang akan dikirim via wesel ke rumah Nyonya Watimmena di Jalan Medan Merdeka Barat nomor 15. Tahun 1952, keluarga Watimmena masih menghuni Rumah MB15. Di tahun ini pula keluarga tersebut dikaruniai seorang bayi. Sebuah berita kelahiran lantas dipajang di Koran De Nieuwsgier: Telah lahir Nicolaas Alim pada 20 Juli 1952 - pasangan Watimmena - Merdeka Barat 15.

Rumah Dinas dan Kantor Pemerintah

Setidaknya terhitung sejak tahun 1955, Rumah MB15 sudah berkontribusi langsung untuk pemerintah Indonesia. Di tahun tersebut bangunan ini sudah menjadi rumah dinas menteri luar negeri yang saat itu dijabat Anak Agung Gde Agung.

Di Rumah MB15 pula Menlu Gde Agung kerap menjamu tamu kenegaraan. Salah satunya adalah rombongan berisi tujuh anggota kongres Amerika Serikat (AS) yang beranjang pada November 1955. Kunjungan ke MB15 digelar sebelum mereka bertemu Presiden Soekarno di Istana.

Tahun 1957, Rumah MB15 sebagai rumah dinas Menlu juga dijadikan tempat jamuan dalam rangka peringatan dua tahun Konferensi Asia Afrika. Hadir banyak perwakilan negara peserta KAA. Koran De Preangerbode edisi April 1957 memberitakan bahwa jamuan dilakukan di halaman belakang Rumah MB15. Halaman belakang itu didekorasi sedemikian rupa, termasuk dengan menancapkan banyak bendera negara peserta KAA.

“Dua tahun dalam kehidupan masyarakat tentu hanya sesaat, tapi pengaruh konferensi itu akan selalu terasa,” demikian potongan pidato Djuanda Kartawidjaja, perdana menteri Indonesia di halaman belakang Rumah MB15, saat itu.

Di tahun yang sama, Rumah MB15 yang berstatus rumah dinas Menlu Soebandrio, juga menjadi lokasi jamuan Wakil Presiden Yugoslavia, Svetozar Vukmanovic. Dalam jamuan, turut hadir beberapa tokoh politik Indonesia era itu seperti Ketua PNI Bung Suwirjo dan Sekjen PKI, DN Aidit.

Rumah MB15 terus melanjutkan kiprahnya untuk pemerintah Indonesia. Bermula dari rumah dinas Menlu, sempat tercatat sebagai Kantor Departemen Lingkungan Hidup, hingga kini menjadi kantor Kemenko Polhukam.

Panjang memang kiprah sang rumah tua. Diksi ‘tua’ di sini tentu hanya untuk menggambarkan usia. Karena pada kenyataannya, kondisi Rumah MB15 masih sangat terjaga.

Para jurnalis yang sering mengikuti konferensi pers di Kemenko Polhukam tentu tahu betapa kinclongnya dinding bermotif kayu di Ruang Parikesit.

Di masa kini, Rumah MB15 bahkan menjadi tempat dibicarakannya banyak permasalahan besar, hingga menghasilkan beragam keputusan penting. Sebut saja soal Rp 110 triliun uang negara yang dikemplang hingga dibentuklah Satgas BLBI. Atau perihal Tragedi Kanjuruhan yang akhirnya memunculkan TGIPF.

Semua lahir dari rapat-rapat di Rumah MB15. Berat betul memang beban rumah ini, lebih tepatnya beban pikiran orang-orang di dalamnya sih. Tetap semangat, sehat selalu orang-orang yang berkiprah di MB15, di Kemenko Polhukam. Tabik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide-Ide Pembaruan Sultan Mahmud II

Ide-Ide Pembaruan Sultan Mahmud II

Stori
Perlawanan Kakiali terhadap VOC

Perlawanan Kakiali terhadap VOC

Stori
Jayeng Sekar, Organisasi Kepolisian Bentukan Daendels

Jayeng Sekar, Organisasi Kepolisian Bentukan Daendels

Stori
Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Stori
Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Stori
Sejarah Penemuan Angka Romawi

Sejarah Penemuan Angka Romawi

Stori
7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com