KOMPAS.com - Sri Sultan Hamengkubuwono VIII adalah Sultan Yogyakarta kedelapan yang memerintah antara 1921-1939.
Pada 8 Februari 1921, ia dikukuhkan sebagai penguasa Kesultanan Yogyakarta setelah melalui polemik yang cukup panjang.
Selama 18 tahun memerintah, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII meneruskan misi sang ayah untuk memajukan bidang pendidikan, kesehatan, dan seni.
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII juga memanfaatkan kekayaan kesultanan untuk memperbaiki kompleks Keraton Yogyakarta.
Berikut biografi singkat Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.
Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono VII, Sultan Sugih yang Berprestasi
Sri Sultan Hamengkubuwono VIII lahir pada 3 Maret 1880 dengan nama Gusti Raden Mas (GRM) Sujadi.
Ia adalah putra Sri Sultan Hamengkubuwono VII dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, yang setelah dewasa bergelar Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puruboyo.
Pada awalnya, GPH Puruboyo tidak masuk dalam kandidat teratas sebagai penerus Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
Putra sulung Sri Sultan Hamengkubuwono VII dari GKR Hemas, yakni GRM Akhadiyat, yang diangkat sebagai putra mahkota.
Namun, tidak lama setelah itu, GRM Akhadiyat meninggal karena sakit.
Baca juga: Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono VI
Sri Sultan Hamengkubuwono VII kemudian mengangkat GRM Pratistha sebagai putra mahkota yang baru.
Akan tetapi, gelar GRM Pratistha dicabut karena alasan kesehatan, sehingga posisi putra mahkota jatuh kepada GRM Putro.
Lagi-lagi, Kesultanan Yogyakarta kehilangan putra mahkota karena GRM Putri meninggal setelah menderita sakit keras.
Pada akhirnya, Sri Sultan Hamengkubuwono VII mengangkat GPH Puruboyo sebagai putra mahkota yang akan mewarisi takhtanya.
Pada 1920, Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang telah berusia 81 tahun mengutarakan keinginannya untuk turun takhta.