Barlan Setiadijaya dalam bukunya, Merdeka atau Mati di Surabaya 1945, menyebut rapat raksasa di Tambaksari terjadi pada 13 September 1945.
Pendapat itu bersumber dari harian Soeara Merdeka edisi 20 September 1945.
Dalam berita yang menyatakan bahwa rapat raksasa di Tambaksari terjadi pada 13 September 1945 tersebut, juga dimuat berita Rapat Raksasa di Lapangan Ikada di Jakarta pada 19 September 1945.
Tokoh pejuang Roeslan Abdulgani, yang menyusun buku Arek-arek Surabaya dan Hari Pahlawan, menyebut bahwa rapat raksasa di Tambaksari terjadi pada 21 September 1945.
Pendapat Roeslan Abdulgani ini dikutip oleh Blegoh Soemarto dalam bukunya, Pertempuran 10 November 1945.
Baca juga: Tokoh Pemuda yang Merobek Bendera Belanda di Surabaya
Dalam buku Dokumentasi Pemuda yang terbit pada 1948, disebut bahwa rapat raksasa di Tambak Sari terjadi dua kali, yakni pada 11 dan 20 September 1945.
Kesimpulan ini didasarkan pada keterangan bahwa rapat raksasa di Tambaksari yang pertama diselenggarakan atas inisiatif KNI Surabaya.
Sedangkan yang kedua dipelopori oleh Gabungan Pemuda Kantor, yang merespons seruan Komite Van Aksi dari Jakarta untuk menyelenggarakan rapat raksasa secara serentak di Jakarta, Surabaya, Semarang, dan berbagai kota lainnya guna membakar semangat rakyat dalam mempertahankan kedaulatan RI.
Namun, karena pada 19 September aksi di Surabaya belum siap, maka diundur menjadi tanggal 20 atau 21 September.
Meski diselenggarakan dua kali, tetapi rapat raksasa pada 20 atau 21 September lebih dikenang karena terjadi dalam skala lebih besar dan dilanjutkan dengan pawai keliling kota.
Bahkan gelaran yang kedua diduga diikuti oleh 500.000 orang dan membuat pihak Jepang marah dengan menangkap serta menginterogasi para pemuda yang berpartisipasi.
Baca juga: Insiden Hotel Yamato, Perobekan Bendera Belanda di Surabaya
Terlepas dari perbedaan pendapat terkait tanggal terjadinya, dapat dipastikan bahwa di Surabaya juga terjadi rapat raksasa yang tidak kalah spektakuler dari Rapat Raksasa di Lapangan Ikada.
Rapat raksasa itu berhasil mengobarkan semangat dan membulatkan tekkad rakyat Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan serta mendukung eksistensi pemerintah RI.
Berawal dari rapat raksasa, terjadi aksi revolusi yang lebih berani, misalnya dengan perobekan plakat-plakat yang dibuat Jepang, pengambilalihan kantor-kantor, dan didesaknya pimpinan Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang di Surabaya untuk menyerahkan senjata dan peralatannya.
Referensi: