Setelah itu, Rosihan Anwar menjabat sebagai pemimpin redaksi Harian Siasat pada 1947.
Pada 1947, Belanda mencoba kembali untuk menjajah Indonesia. Rosihan Anwar pun turut ditangkap Belanda pada 21 Juli 1947 dan dipenjara di Bukit Duri, Jakarta.
Rosihan Anwar saat itu merupakan korban salah tangkap. Saat itu, Belanda menggelar operasi untuk menangkap para perwira militer Indonesia.
Saat itu, Belanda banyak menyita materi-materi untuk Majalah Siasat yang dipimpin oleh Rosihan Anwar.
Pada 1948, Rosihan Anwar kemudian menerbitkan Surat Kabar Pedoman.
Eksistensi Surat Kabar Pedoman yang dipimpin Rosihan Anwar, berakhir pada 7 Januari 1961, setelah diberedel pemerintahan Presiden Soekarno.
Setelah medianya diberedel rezim Orde Lama, Rosihan Anwar menjadi kolumnis untuk majalah luar negeri, seperti Bussines News.
Setelah pecah Gerakan 30 September pada 1965, Rosihan Anwar mendapat tawaran dari banyak surat kabar dan majalah dari dalam maupun luar negeri.
Pada 1968, Rosihan Anwar menerbitkan kembali Harian Pedoman yang sempat mati di era rezim Orde Lama.
Selain itu, Rosihan Anwar juga aktif di PWI. Ia sempat menjabat sebagai ketua PWI dari 1968 hingga 1974.
Pada era pemerintahan Orde Baru, PWI terkesan tidak independen. Namun, Rosihan Anwar tetap bertahan.
Setelah tak lagi menjabat sebagai ketua, Rosihan Anwar menjadi Ketua Pembina PWI Pusat periode 1973-1978.
Baca juga: Biografi Sayuti Melik: Tokoh yang Mengetik Naskah Proklamasi
Selanjutnya, ia menjadi Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat sejak 1983.
Kiprah Rosihan Anwar di PWI berakhir saat ia meninggal dunia pada 14 April 2011.
Rosihan Anwar merupakan wartawan lintas masa. Ia berkarier sejak era penjajahan Jepang hingga reformasi.
Referensi: