Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Candi Borobudur: Sejarah, Relief, dan Mitos Kunto Bimo

Kompas.com - 06/06/2022, 08:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Candi Borobudur merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno yang terletak di Magelang, Jawa Tengah.

Dengan tinggi lebih dari 35 meter dan luas mencapai 15.000 meter persegi, Candi Borobudur menjadi monumen Buddha terbesar di dunia.

Pada 1991, UNESCO bahkan telah menetapkan Candi Borobudur sebagai situs warisan dunia.

Candi Borobudur dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah yang menuntun manusia dari nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.

Sampai saat ini, Borobudur masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan dan menjadi tempat untuk memeringati Trisuci Waisak oleh umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.

Baca juga: Siapakah Arsitek Candi Borobudur?

Sejarah Candi Borobudur

Menurut catatan sejarah, Candi Borobudur diperkirakan dibangun pada masa Dinasti Syailendra, atau sekitar abad ke-8.

Namun, belum diketahui secara pasti siapa yang membangun candi ini. Bahkan tahun pembangunan hingga latar belakangnya juga masih menjadi misteri.

Kendati begitu, diperkirakan pembangunan Borobudur dilakukan oleh para penganut agama Buddha Mahayana.

Jika dilihat dari besarnya ukuran hingga arsitekturnya yang unik, proses pembangunan Candi Borobudur memakan waktu hingga ratusan tahun.

Diduga, Candi Borobudur didirikan secara bertahap dan baru selesai dibangun pada masa pemerintahan Raja Samaratungga, sekitar tahun 820-840.

Sedangkan peresmiannya dilakukan oleh oleh putri Samaratungga, yakni Pramodawardhani, yang menjadi permaisuri Rakai Pikatan.

Akan tetapi, ada beberapa sejarawan yang menyebut bahwa pembangunan Borobudur sudah dimulai sejak Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Dinasti Sanjaya, tetapi baru selesai pada masa Dinasti Syailendra.

Baca juga: Dinasti yang Berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno

Konon, di balik megahnya Candi Borobudur ada nama Gunadharma atau Gunadarma, seorang arsitek legendaris dari Afrika. Namun, tidak banyak diketahui juga tentang Gunadharma.

Proses awal pembangunan Candi Borobudur dimulai dengan meratakan tanah dan memadatkannya dengan menggunakan batu untuk membentuk struktur piramida.

Lalu, dibangunlah sebuah undakan persegi dan melingkar yang kemudian dilanjutkan dengan tahap penyelesaian, seperti pemasangan pagar, tangga, dan beberapa tambahan lainnya.

Candi Borobudur dibangun dengan batu yang dipotong dan disusun secara rapi tanpa menggunakan mortar atau elemen untuk melengketkan batu.

Ada sekitar lebih dari 1,6 juta balok batu andesit yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur.

Setelah sempat terkubur lama, Candi Borobudur ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada 1814, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.

Sejak saat itu, Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan kembali).

Candi Borobudur juga kerap dijadikan sebagai obyek penelitian oleh para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Candi Borobudur

Arsitektur Candi Borobudur

Kemegahan Candi Borobudur menjadi salah satu bukti kejayaan dan kehormatan Kerajaan Mataram Kuno.

Sejarawan Belanda, Dr. J.G Casparis, mengemukan bahwa Candi Borobudur pada hakikatnya merupakan gambaran secara visual filsafat agama Buddha.

Candi Borobudur adalah hasil akulturasi kebudayaan Buddha dengan kebudayaan asli Indonesia.

Kebudayaan indonesia tampak dari bentuk bangunannya yang berupa punden berundak.

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari sembilan tingkatan, yang semakin tinggi semakin mengecil, dengan empat tangga pada setiap arah mata angin.

Enam tingkat di bagian bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkatan atas berbentuk lingkaran yang dihiasi sejumlah stupa, di mana tingkat paling atas terdapat stupa induk yang besar dan berfungsi sebagai puncak bangunan.

Baca juga: Ciri-ciri Candi Langgam Jawa Tengah

Relief Karmawibhangga pada Candi Borobudur             TROPENMUSEUM Relief Karmawibhangga pada Candi Borobudur
Setiap tingkatan konon melambangkan tahapan kehidupan manusia. Dalam ajaran Buddha, disebutkan bahwa setiap orang yang ingin mencapai puncak harus melalui setiap tingkatan kehidupan.

Struktur bangunan Candi Borobudur yang berundak diyakini menggambarkan alam semesta yang terbagi ke dalam tiga zona, yaitu:

  • Kamadhatu: bagian paling bawah yang berarti alam bawah, perilaku manusia terkait keinginan duniawi
  • Rupadhatu: bagian tengah candi yang melambangkan alam peralihan, yang berarti perilaku manusia yang mulai meninggalkan keinginan duniawi
  • Arupadhatu: bagian paling atas candi yang berarti alam tertinggi atau rumah Tuhan

Baca juga: Relief Candi Borobudur: Susunan dan Maknanya

Relief Candi Borobudur

Candi Borobudur dihiasi dengan 2.672 relief dan 504 patung Buddha. Konon, relief yang ada apabila dibentangkan maka panjangnya diperkirakan mencapai 6 kilometer.

Ilustrasi relief Candi Borobudur.Dok. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ilustrasi relief Candi Borobudur.
Relief Candi Borobudur merupakan relief paling lengkap dengan nilai seni tidak tertandingi dan menceritakan suatu peristiwa.

Dari 2.672 panel relief yang ada di Borobudur, dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni panel naratif dan dekoratif.

Sebanyak 1.460 panel naratif tersusun dalam sebelas baris yang mengelilingi monumen dengan total panjang lebih dari 3.000 meter. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam.

Sedangkan 1.212 panel dekoratif juga disusun dalam barisan, tetapi dianggap sebagai relief individu.

Relief-relief tersebut terdapat di hampir semua tingkatan dinding candi, kecuali pada arupadhatu.

Baca juga: Perbedaan Candi Hindu dan Buddha

Relief pada bagian dasar dinding candi mengisahkan tentang Karmawibhangga, yang menceritakan tentang kehidupan, perilaku, serta lingkungan manusia.

Lalu, pada relief Jakata yang ada pada bagian atas candi menceritakan tentang kehidupan Buddha yang sebelumnya menjadi dewa, manusia dengan beragam profesi, dan hewan.

Tiket masuk Borobudur saat ini ditetapkan sebesar Rp 50.000, sementara harga tiket masuk Candi borobudur atau tiket Borobudur untuk anak adalah Rp 25.000.KOMPAS IMAGES / FIKRIA HIDAYAT Tiket masuk Borobudur saat ini ditetapkan sebesar Rp 50.000, sementara harga tiket masuk Candi borobudur atau tiket Borobudur untuk anak adalah Rp 25.000.
Selanjutnya ada 120 relief pada dinding pertama candi, Lalutavistara, yang menggambarkan tentang kehidupan Pangeran Siddharta sejak lahir hingga masa pencerahan.

Mitos Kunto Bimo

Masyarakat di sekitar Candi Borobudur meyakini sebuah mitos, yang paling terkenal adalah mitos Kunto Bimo.

Konon, siapa saja yang merogoh stupa berongga di pelataran candi paling atas dan dapat menyentuh bagian tertentu dari tubuh arca Kunto Bimo di dalamnya, akan mendapat keuntungan dan apa pun yang diinginkan akan terkabul.

Ada yang menyebutkan pria harus menyentuh bagian jari manis atau jari kelingking dari arca Buddha yang ada di dalam stupa.

Sedangkan perempuan harus memegang bagian telapak kaki, tumit, atau ibu jari kaki.

Baca juga: Pulung Gantung, Mitos Bunuh Diri di Gunungkidul

Berdasarkan catatan sejarah, istilah Kunto Bimo berasal dari kata kunto, yang dalam bahasa Jawa berarti mengira-ngira atau permintaan-mendapatkan, dan bimo berarti pantang menyerah.

Dengan demikian, Kunto Bimo berarti permintaan pantang menyerah dan mengira-mengira bisa memperoleh hasilnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com