Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Abdurrahman Wahid atau Gus Dur

Kompas.com - 06/05/2022, 09:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur adalah presiden Indonesia keempat yang menjabat sejak 1999 hingga 2001.

Gus Dur menggantikan posisi BJ Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui pemilu 1999.

Sewaktu menjabat sebagai Presiden Indonesia, Gus Dur dikenal sebagai pemimpin yang cukup kontroversial karena beberapa kebijakannya.

Salah satu kebijakan Abdurrahman Wahid yang cukup menuai kontroversi adalah pencabutan pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tertuang dalam Tap MPR Nomor 25 Tahun 1966.

Baca juga: Kebijakan Abdurrahman Wahid pada Masa Reformasi

Masa muda

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 4 Agustus 1940.

Gus Dur merupakan putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Wahid Hasjim.

Sedangkan ibunya adalah putri dari pendiri Pesantren Denanyar Jombang.

Sewaktu kecil, Gus Dur gemar membaca dan kerap menghabiskan waktunya di perpustakaan pribadi milik sang ayah.

Selain itu, ia juga senang berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta. Ketika menginjak usia remaja, referensi bacaannya kian bertambah, mulai dari majalah, surat kabar, dan novel.

Sejak kecil, Gus Dur terlihat mempunyai kesadaran penuh untuk mengambil alih tanggung jawab NU.

Pada sekitar April 1953, ia bersama sang ayah pergi ke Sumedang, Jawa Barat, untuk menghadiri pertemuan NU.

Akan tetapi, di tengah perjalanan, mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan menewaskan ayahnya.

Baca juga: Abdul Wahid Hasjim: Masa Muda, Kiprah, dan Akhir Hidupnya

Pendidikan Abdurrahman Wahid

Masih di tahun yang sama, Gus Dur pergi ke Yogyakarta untuk mengenyam pendidikan.

Ia sempat bersekolah di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gowongan, sekaligus menetap di Pesantren Krapyak.

Namun, karena tidak bisa beraktivitas secara leluasa di pesantren, Gus Dur meminta pindah ke kota dan menetap di rumah H Junaedi, yang merupakan seorang pimpinan lokal Muhammadiyah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com