Pada masa Orde Baru, Soeharto hanya melakukan pengembangan di satu titik saja, yaitu di Pulau Jawa.
Maka dari itu, pada era Reformasi, diharapkan dapat membuka jalan bagi otonomi daerah.
Dengan melebarkan otonomi daerah, diharapkan setiap wilayah dapat mengembangkan daerahnya sendiri.
Baca juga: Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia
Sebelum menjadi Presiden Indonesia, Soeharto menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Setelah ia memimpin Indonesia, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjadi memiliki dua fungsi, yaitu fungsi keamanan dan sosial politik.
Dwifungsi menyebutkan bahwa ABRI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara.
Adanya dwifungsi menimbulkan permasalahan pada masa Orde Baru. Pasalnya, dapat dikatakan bahwa ABRI menjadi sebuah kekuatan besar yang tidak memihak rakyat sipil.
Oleh sebab itu, pada era Reformasi, rakyat meminta dwifungsi ABRI dihapuskan.
Baca juga: Dwifungsi ABRI: Sejarah dan Penghapusan
Pada masa kepemimpinan Soeharto, terjadi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) secara masif, yang menyebabkan Indonesia tidak lagi mampu berjalan sesuai dengan harapan bangsa.
Oleh sebab itu, rakyat Indonesia menuntut agar KKN dihapuskan guna menciptakan pemerintahan yang bersih.
Pada era Orde Baru, hukum dibuat hanya untuk menghukum rakyat, sementara para pejabat tinggi dapat berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.
Hal ini tentu merugikan rakyat Indonesia. Supremasi hukum berupaya untuk menegakkan dan memosisikan hukum pada tingkatan tertinggi.
Oleh karena itu, pada era Reformasi, rakyat menuntut hukum bisa ditegakkan lebih tegas guna mengatur siapa saja, termasuk para pejabat negara.
Referensi: