Perlakukan pemerintah pusat yang memecah belah batalyon-batalyon dan pemburan Divisi IX Banteng menimbulkan rasa kecewa bagi para perwira dan anggota-anggota lainnya.
Mereka yang sudah berjuang mati-matian dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia kecewa karena pada akhirnya diperlakukan seperti itu.
Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Politik
Pada 21 September 1956 di Jakarta, para perwira untuk pertama kalinya saling bertemu. Kemudian, pertemuan kedua terjadi di Padang tanggal 20 sampai 24 November 1956.
Pertemuan ini dihadiri kurang lebih 612 perwira aktif dan pensiunan yang berasal dari Divisi Banteng yang sudah dibubarkan.
Dalam pertemuan tersebut mereka membahas mengenai situasi politik, ekonomi, dan sosial rakyat Sumatra Tengah yang dianggap memprihatinkan, berujung gerakan separatis Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Permesta.
Gerakan separatis PRRI/Permesta dilakukan oleh perwira-perwira militer.
Mereka membentuk dewan-dewan di wilayah Sumatera dan Sulawesi.
Salah satu dewan yang dibentuk di wilayah Sulawesi adalah Dewan Banteng, cikal bakal Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Dewan Banteng dibentuk tepatnya tanggal 20 Desember 1956 oleh ketua Letnan Kolonel Ahmad Husein.
Dewan ini disebut Dewan Banteng yang didukung tidak hanya oleh para perwira militer mantan anggota Divisi Banteng, tetapi juga oleh semua partai politik yang ada di Sumatra Tengah.
Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Ekonomi
Dewan Banteng ini menuntut empat hal, yaitu:
Dari empat tuntutan tersebut, terdapat beberapa tuntutan yang tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat.
Di antaranya adalah otonomi atau sistem pemerintahan desentralisasi serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang adil.
Hal ini mengakibatkan Dewan Banteng tidak lagi mengirimkan penghasilan daerah Sumatra Tengah ke pemerintah pusat, tetapi dipakai untuk pembangunan daerah.
Bahkan, Dewan Banteng juga melakukan barter hasil-hasil alam Sumatra Tengah dengan pihak luar negeri.
Hanya dalam waktu beberapa bulan, terlihat hasil nyata yang berbeda dari sebelumnya.
Pembangunan Sumatra Tengah di bawah Dewan Banteng dianggap yang terbaik di Indonesia pada saat itu.
Referensi: