Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewan Banteng: Latar Belakang, Pendiri, dan Tuntutannya

Kompas.com - 07/09/2021, 08:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Banteng adalah cikal bakal dari Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Dewan Banteng dibentuk oleh beberapa tokoh militer mantan pimpinan dan anggota Komando Divisi IX Banteng yang telah dibubarkan beserta tokoh sipil asal Sumatra Tengah.

Dewan ini diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah, mantan Panglima Divisi IX Banteng yang dibentuk pada 20 Desember 1956, diketuai Letnan Kolonel Ahmad Husein.

Tujuan dari terbentuknya Dewan Banteng adalah untuk pembangunan daerah yang dianggap tertinggal dibanding pembangunan di Pulau Jawa.

Baca juga: PRRI: Latar Belakang, Tuntutan, Anggota, Penumpasan, dan Dampaknya

Awal Mula

Terbentuknya Dewan Banteng didasari oleh kondisi pasca-kemerdekaan di mana nasib para prajurit saat itu sangatlah mengenaskan. Padahal mereka dulunya adalah para pejuang yang bertaruh nyawa ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan tahun 1945-1950.

Tidak hanya nasib para prajurit, kondisi masyarakat pada umumnya juga jauh dari kata sejahtera.

Kondisi di daerah sangat jauh berbeda dibanding pembangunan di Pulau Jawa. Padahal sumber devisa terbanyak berasal dari daerah.

Selain itu, ada juga rasa ketidakpuasan terhadap perlakukan pemerintah pusat terhadap Komando Divisi IX Banteng.

Divisi IX Banteng adalah divisi dalam Angkatan Perang Republik Indonesia yang dibentuk pada masa perang kemerdekaan melawan kolonialis Belanda.

Divisi ini membawahi territorial Sumatera Tengah, yang terdiri dari Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi.

Baca juga: Plan Wisaksono: Latar Belakang dan Programnya

Pemecahan Divisi Banteng

Pasukan di dalam Divisi IX Banteng memang terbilang banyak karena adanya Sekolah Pendidikan Opsir di Bukittinggi.

Penciutan Divisi Banteng sendiri dilakukan dengan mengirimkan para pasukan ke berbagai daerah di antaranya Jawa Barat, Aceh, dan Ambon.

Salah satu pasukan Divisi Banteng adalah Batalyon Pagaruyung yang bernasib lebih menyedihkan dibanding batalyon lainnya.

Setelah bertugas di Ambon, lima dari delapan kompinya dipindahkan dan dilebur ke dalam Divisi Siliwangi, Jawa Barat, sehingga hubungan dengan divisi induknya, Divisi Banteng di Sumatra Tengah terputus.

Penciutan masih terus berlanjut hingga menyisakan satu brigade, Brigade Banteng yang dipimpin Letnan Kolonel Ahmad Husein.

Perlakukan pemerintah pusat yang memecah belah batalyon-batalyon dan pemburan Divisi IX Banteng menimbulkan rasa kecewa bagi para perwira dan anggota-anggota lainnya.

Mereka yang sudah berjuang mati-matian dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia kecewa karena pada akhirnya diperlakukan seperti itu.

Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Politik

Terbentuknya Dewan Banteng

Pada 21 September 1956 di Jakarta, para perwira untuk pertama kalinya saling bertemu. Kemudian, pertemuan kedua terjadi di Padang tanggal 20 sampai 24 November 1956.

Pertemuan ini dihadiri kurang lebih 612 perwira aktif dan pensiunan yang berasal dari Divisi Banteng yang sudah dibubarkan.

Dalam pertemuan tersebut mereka membahas mengenai situasi politik, ekonomi, dan sosial rakyat Sumatra Tengah yang dianggap memprihatinkan, berujung gerakan separatis Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Permesta.

Gerakan separatis PRRI/Permesta dilakukan oleh perwira-perwira militer.

Mereka membentuk dewan-dewan di wilayah Sumatera dan Sulawesi.

Salah satu dewan yang dibentuk di wilayah Sulawesi adalah Dewan Banteng, cikal bakal Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Dewan Banteng dibentuk tepatnya tanggal 20 Desember 1956 oleh ketua Letnan Kolonel Ahmad Husein.

Dewan ini disebut Dewan Banteng yang didukung tidak hanya oleh para perwira militer mantan anggota Divisi Banteng, tetapi juga oleh semua partai politik yang ada di Sumatra Tengah.

Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Ekonomi

Tuntutan Dewan Banteng

Dewan Banteng ini menuntut empat hal, yaitu:

  1. Pemberian serta pengisian otonomi luas bagi daerah-daerah dalam rangka pelaksanaan sistem pemerintahan desentralisasi serta pemberian perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang wajar, layak dan adil.
  2. Dihapuskannya segera sistem sentralisme yang dalam kenyataannya mengakibatkan birokrasi yang tidak sehat dan juga menjadi pokok pangkal dari korupsi, stagnasi pembangunan daerah, hilangnya inisiatif dan kegiatan daerah serta kontrol.
  3. Pembentukan kembali Komando Pertahanan Daerah dalam arti teritorial, operatif dan administratif yang sesuai dengan pembagian administratif dari Negara Republik Indonesia dewasa ini dan merupakan komando utama dalam Angkatan Darat.
  4. Ditetapkannya eks. Divisi IX Banteng Sumatra Tengah sebagai kesatuan militer yang menjadi satu korps dalam Angkatan Darat.

Dari empat tuntutan tersebut, terdapat beberapa tuntutan yang tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat.

Di antaranya adalah otonomi atau sistem pemerintahan desentralisasi serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang adil.

Hal ini mengakibatkan Dewan Banteng tidak lagi mengirimkan penghasilan daerah Sumatra Tengah ke pemerintah pusat, tetapi dipakai untuk pembangunan daerah.

Bahkan, Dewan Banteng juga melakukan barter hasil-hasil alam Sumatra Tengah dengan pihak luar negeri.

Hanya dalam waktu beberapa bulan, terlihat hasil nyata yang berbeda dari sebelumnya.

Pembangunan Sumatra Tengah di bawah Dewan Banteng dianggap yang terbaik di Indonesia pada saat itu.

Referensi:

  • Ranah-minang.com. "Terbentuknya Dewan Banteng dan Meletusnya PRRI".
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com