Untuk memertahankan takhtanya, Pangeran Nata Dilaga meminta bantuan VOC.
Meski pasukan orang Bugis berhasil dikalahkan, kesepakatan dengan VOC pada akhirnya merusak adat dan merugikan kerajaan hingga menjadi salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar pada 1859.
Pada 1857, Belanda secara sepihak mengangkat Sultan Tamjidullah II al-Watsiqu Billah sebagai raja.
Kerabat Kesultanan Banjar pun keberatan dengan hal ini karena Sultan Tamjidullah II adalah anak selir sehingga dianggap tidak layak mewarisi takhta.
Terlebih lagi, Pangeran Hidayatullah sebagai pewaris takhta yang sah masih hidup.
Pada 1859, meletus Perang Banjar yang dikobarkan rakyat Banjar terhadap Belanda.
Tidak lama kemudian, Belanda memakzulkan Sultan Tamjidullah II.
Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Tidore
Pada masa Perang Banjar, Pangeran Antasari diberi kepercayaan oleh Sultan Hidayatullah II untuk menghimpun kekuatan melawan Belanda.
Perang Banjar pecah pada 1859 saat Pangeran Antasari dan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda.
Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya, Pangeran Antasari terus melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda.
Meski berkali-kali dibujuk oleh Belanda supaya menyerah, Pangeran Antasari tetap pada pendiriannya.
Bahkan Belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapapun yang mampu membunuh Pangeran Antasari.
Namun, berbagai upaya perlawanan tidak berhasil, bahkan Sultan Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.
Dengan demikian, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan tertinggi perlawanan sekaligus sultan Kesultanan Banjar pada 1862.
Pada 1862, Pangeran Antasari gugur selama pertempuran akibat wabah cacar dan takhtanya diteruskan oleh Sultan Seman, yang melanjutkan perlawanan terhadap Belanda.
Referensi: