KOMPAS.com - Kerajaan Tidore adalah kerajaan Islam di Maluku yang masih memiliki akar yang sama dengan Kerajaan Ternate.
Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Tidore yang bernama Syahjati atau Muhammad Naqil adalah saudara Mashur Malamo, raja pertama Kerajaan Ternate.
Sejak didirikan pada 1081 M, letak Kerajaan Tidore tercatat beberapa kali mengalami pemindahan ibu kota.
Letak ibu kota yang terakhir adalah di Limau Timore, yang kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
Agama Islam masuk ke Kerajaan Tidore pada 1495, saat dipimpin oleh Ciriliati atau Sultan Jamaluddin.
Pada masa kejayaannya, yaitu sekitar abad ke-18, Kerajaan Tidore berhasil menguasai sebagian besar Pulau Halmahera, Pulau Buru, Pulau Seram, dan pulau-pulau di pesisir Papua bagian barat.
Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Tidore
Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Ternate
Sepeninggal Sultan Jamaluddin, Kesultanan Tidore dipimpin oleh Sultan Al Mansur (1512-1526 M), di mana pengaruh asing mulai masuk ke Maluku Utara.
Pada 1521, Sultan Mansur menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate, pesaingnya yang bersekutu dengan Portugis.
Pada periode ini, Kerajaan Tidore berhasil mengembangkan kekuasaan terutama ke wilayah selatan pulau Halmahera dan kawasan Papua bagian barat.
Persaingan antara Ternate-Portugis melawan Tidore-Spanyol kemudian berakhir setelah dilakukan Perjanjian Saragosa pada 1529 M.
Pada 1663, Spanyol mundur karena protes dari pihak Portugal sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas.
Dengan absennya Spanyol, Tidore akhirnya diincar oleh VOC.
Untuk menghindari kerusakan dan kerugian, Sultan Saifuddin melakukan perjanjian dengan VOC pada 1667 yang isinya sebagai berikut.
Baca juga: Kerajaan Islam di Maluku
Kejayaan Kesultanan Tidore terjadi pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1797-1805 M).
Sultan Nuku bahkan dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris.