Erwin Fajar Hasrianda
Saya terkadang teringat pengalaman masa kecil saya ketika keluarga saya berada dalam kesulitan memperoleh pangan.
Itu adalah ketika ayah saya kehilangan pekerjaannya di akhir tahun 1997. Di masa itu juga banyak terjadi demonstrasi besar di Indonesia ke pemerintah.
Saat itu, makanan susah diperoleh dan sangat mahal. Orang-orang di seluruh negeri banyak kelaparan, termasuk keluarga saya.
Krisis pangan juga berperan dalam memicu kemarahan dan kerusuhan besar-besaran di masyarakat.
Saat itu, tuntutan utama para demonstran adalah ketersediaan dan penurunan harga sembako.
Teringat jelas di benak saya betapa frustasinya seseorang, ketika mereka kelaparan dan tidak punya apa-apa untuk dimakan.
Pada akhirnya, sejumlah besar demonstran yang frustasi tersebut berhasil menggulingkan pemerintah yang telah kokoh berkuasa selama 32 tahun.
Saya mengalami dan menyaksikan secara langsung pergantian rezim yang chaos di Indonesia pada tahun 1998.
Dari situ saya dapat melihat, bahwa ketahanan pangan merupakan elemen penting dalam menjamin keamanan dan stabilitas nasional.
Saat ini memang kondisi politik dan ekonomi indonesia telah jauh lebih stabil dibandingkan masa itu.
Namun, problem kelaparan dan malanutrisi tetap membayangi sejumlah besar penduduk Indonesia. Diantaranya dikarenakan dampak perubahan iklim dan pemanasan global yang diperkirakan akan semakin memburuk di tahun-tahun mendatang.
Perubahan iklim ini, diprediksi akan berdampak pada peningkatan cekaman (stress) lingkungan dan peningkatan jumlah lahan pertanian suboptimal di Indonesia.
Pada gilirannya, ini akan berdampak langsung terhadap penurunan produktifitas pertanian nasional.
Cekaman lingkungan yang banyak diketemukan dan diprediksi akan meningkat signifikan akibat pemanasan global di negara kepulauan tropis seperti indonesia adalah cekaman kekeringan, banjir dan saline (kadar garam yang tinggi).
Merujuk data Kementerian Perikanan dan Kelautan, jumlah pulau di Indonesia adalah 17.504 pulau yang sebagian besarnya merupakan pulau-pulau kecil, dan dengan garis pantai sepanjang 99.093 km.
Lahan pertanian dengan kondisi cekaman lingkungan diketahui berdampak menurunkan produktivitas tanaman pertanian.
Kondisi ini berakibat turut menyumbang terjadinya kemiskinan, kelaparan, gizi buruk, dan stunting di sejumlah pelosok Indonesia. Karena itu, keberadaan kultivar tanaman yang lebih adaptif, tentu akan sangat membantu memerangi kelaparan dan malanutrisi di Indonesia.
Ditambah, tanaman seringkali terkena beberapa jenis cekaman lingkungan biotik-abiotik secara bersamaan.
Dengan demikian, mengungkap mekanisme biologis umum yang mempengaruhi kemampuan tanaman untuk dapat mengatasi berbagai faktor cekaman lingkungan sekaligus menjadi hal penting bagi peningkatan produktivitas tanaman di bawah situasi cekaman biotik-abiotik kompleks yang terjadi.
Sebagai informasi, tumbuhan mengenali dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitar yang tidak menguntungkan melalui perubahan mekanisme metabolisme dalam internal tubuhnya.
Ini dilakukan dengan mengatur ekspresi serangkaian gen yang berperan dalam pola adaptasi metabolik terkait.
Baca juga: Sekilas tentang Epigenetics, Mekanisme Biologi Pengatur Pola Ekspresi Gen DNA Makhluk Hidup
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.