KOMPAS.com - Zaman mesolitikum adalah zaman batu tengah dimana zaman ini merupakan zaman peralihan dari zaman paleolitikum menuju zaman neolitikum yang sudah lebih maju. Walaupun begitu, zaman ini masih merupakan bagian dari zaman batu dan zaman praaksara.
Zaman mesolitikum terjadi pada tahun 8.000 sampai 4.500 Sebelum Masehi. Manusia praaksara pada zaman ini sudah banyak berkembang, seperti membuat alat-alat yang lebih halus dan bercocok tanam. Manusia pendukung zaman mesolitikum adalah Homo Sapiens, tepatnya Papua Melanosoide.
Dari penemuan berbagai alat zaman mesolitikum, kebudayaan zaman mesolitikum terbagi menjadi tiga, yaitu pebble cultur, bone culture, dan flake culture.
Pebble culture adalah kebudayaan yang masuk ke Indonesia dari arah barat. Kebudayaan mesolitikum satu ini ditandai dengan penemuan kulit siput dan kerang yang sangat banyak.
Bahkan kulit ini tampak sengaja ditumpuk menjadi salah satu bentuk tempat tinggal. Pebble banyak ditemukan di sepanjang pantai timur Sumatera antara Aceh dan Medan.
Alat yang banyak ditemukan dari kebudayaan ini adalah kapak genggam, kapak pendek, dan batu penggiling untuk menggiling makanan dan cat merah dari tanah merah. Cat merah dipercaya digunakan untuk keperluan ritual keagamaan dan kesenian.
Salah satu bentuk bone culture pada kebudayaan ini adalah pembuatan gerabah dari tulang manusia. Peninggalan lainnya dari kebudayaan ini adalah kubur tempayan ganda yang ditemukan di Situs Plawangan. Alat ini memiliki tinggi 60 sentimeter dengan lebar 90 sentimeter dan diameter 75 sentimeter. Alat ini menjadi tempat mengubur mayat dengan posisi jongkok.
Flakes adalah kebudayaan yang masuk ke Indonesia dari jalur timur dari daratan Asia. Flakes banyak ditemukan di gua-gua peninggalan zaman mesolitikum bersama dengan ujung mata panah yang sisinya bergerigi. Salah satu lokasi yang paling banyak ditemukan flakes adalah Sulawesi Selatan.
Baca juga: Zaman Paleolitikum, Masa Hidupnya Homo Soloensis dan Homo Wajakensis
Lingkungan yang khas pada zaman mesolitikum ada dua, yaitu Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
Kjokkenmodinger berasal dari bahasa Denmark, yaitu kjokken yang berarti dapur dan modding yang berarti sampah. Jika diartikan, Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur. Kjokkenmodinger yang ditemukan memang merupakan timpukan dari kulit kerang dan siput yang bisa mencapai ketinggian tujuh meter hingga membatu.
Pada tahun 1925, Dr. P. V. van Stein Callenfels melakukan penelitian terhadap timbunan ini dan menemukan kapal genggam yang berbeda dengan masa sebelumnya, yaitu zaman paleolitikum. Bukit kerang ini juga menemukan bahwa pada masa ini, manusia pendukung telah menetap dan tidak berpindah-pindah.
Abris sous Roche adalah bentuk gua yang digunakan sebagai tempat tinggal oleh manusia pendukung zaman mesollitikum. Gua ini sebetulnya hanya sebuah cerukan pada batu karang yang besar. Namun, di dalam gua ini ditemukan banyak peninggalan manusia zaman mesolitikum, seperti mata panah, flakes, dan batu penggilingan.
Pada gua ini juga ditemukan berbagai lukisan di dalam gua, yang diyakini berkaitan dengan perkembangan kesenian serta spiritual pada zaman tersebut. Salah satu contoh lukisannya adalah cap tangan menggunakan warna merah yang diyakini memiliki nilai magis pada masa itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.