Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Badai Geomagnetik Hantam Bumi, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 17/03/2022, 18:03 WIB
Mela Arnani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bumi bisa saja terkena serangkaian badai geomagnetik ringan pada 14-15 Maret 2022 lalu, setelah suar matahari meledak keluar dari atmosfernya beberapa hari lalu. Hal tersebut diungkapkan oleh badan cuaca pemerintah di Amerika Serikat dan Inggris.

Badai geomagnetik tidak akan menyebabkan kerusakan di Bumi, kecuali kemungkinan mengacaukan transmisi radio dan mempengaruhi stabilitas jaringan listrik di lintang tinggi. Namun, aurora borealis dapat terlihat di lintang yang lebih rendah dari biasanya.

Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) mengategorikan badai yang datang sebagai G2 pada 14 Maret 2022 dan G1 pada 15 Maret 2022, berdasarkan skala badai matahari lima tingkat dari badan tersebut. Sebagai informasi, G5 menjadi yang paling ekstrem.

Melansir Live Science, bumi mengalami lebih dari 2.000 badai matahari kategori G1 dan G2 setiap dekade, dan saat ini berada di tengah-tengah badai matahari ringan, terbaru badai G2 menyerempet Bumi pada 13 Maret tanpa menimbulkan banyak masalah.

Baca juga: Badai Matahari Menerjang Bumi Mengganggu GPS, Ini Penjelasannya

Seperti semua badai geomagnetik, peristiwa pada 14-15 Maret lalu berasal dari ledakan partikel bermuatan yang meninggalkan atmosfer terluar matahari.

Ledakan ini dikenal sebagai coronal mass ejections (CMEs). Kejadian ini terjadi saat garis-garis medan magnet di atmosfer matahari kusut dan patah, mengeluarkan semburan plasma dan medan magnet ke luar angkasa.

Gumpalan besar partikel berlayar melintasi tata surya dengan angin matahari terkadangmelewati bumi, dan dalam prosesnya menekan perisai magnet bumi. Kompresi itu memicu badai geomagnetik.

Menurut NOAA, sebagian besar badai bersifat ringan, hanya merusak teknologi di ruang angkasa atau pada garis lintang yang sangat tinggi.

Tapi CME yang lebih besar dapat memicu badai yang jauh lebih ekstrem, seperti Peristiwa Carrington 1859 yang terkenal, yang menyebabkan arus listrik yang begitu kuat sehingga peralatan telegraf meledak menjadi api.

Beberapa ilmuwan telah memperingatkan ,bahwa badai matahari lain dengan ukuran yang sama dapat menjerumuskan bumi ke dalam “kiamat internet”, membuat negara-negara offline selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

 Baca juga: 3 Fakta Badai Matahari, Penyebab hingga Dampaknya pada Manusia

Badai matahari juga bertanggung jawab atas aurora. Saat CME menghantam atmosfer bumi, plasma surya mengionisasi molekul oksigen dan nitrogen di sekitarnya, yang menyebabkannya bersinar.

Menurut NASA, CME yang kuat dapat mendorong aurora ke garis lintang yang jauh lebih selatan dibandingkan biasanya, dan selama Acara Carrington, cahaya utara terlihat di Hawaii.

NOAA melaporkan bahwa matahari telah memuntahkan CME hampir setiap hari sejak pertengahan Januari, meskipun tidak semuanya melintasi jalur bumi.

Seperti yang diharapkan saat menuju bagian dari siklus aktivitas 11 tahun matahari yang dikenal sebagai solar maximum, titik di mana badai matahari dan CME paling aktif.

Maksimum matahari berikutnya akan mencapai sekitar Juli 2025, dengan aktivitas matahari cenderung meningkat sepanjang waktu.

Baca juga: Badai Matahari Akan Hantam Bumi, Kiamat Internet Bisa Terjadi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com