Untuk keberlanjutan studi, profesor ecology and evolutionary biology di Yale University, Paul Turner menuturkan bahwa dokter perlu mengumpulkan lebih banyak data melalui uji klinis skala besar untuk mengetahui bagaimana terapi bakteriofag bekerja dengan baik pada kasus serupa.
"Di masa depan terapi fag bergantung pada banyak data dari uji klinis," ujar Turner.
Di sisi lain, menurut laporan tahun 2017 di World Journal of Gastrointestinal Pharmacology and Therapeutics, konsep pengobatan dengan virus untuk membunuh bakteri sendiri sudah lama digunakan, bahkan sebelum ditemukannya penisilin di tahun 1928.
Baca juga: Bisa Sebabkan Kematian, Begini Cara Menangani Luka Tersambar Petir
Namun, pemahaman para ilmuwan tentang terapi fag pada saat itu masih sangat terbatas. Setelah penemuan dan produksi farmasi antibiotik, terapi tersebut sebagian besar ditinggalkan.
Ketertarikan pada terapi bakteriofag muncul kembali dalam beberapa dekade terakhir, ketika para ilmuwan mulai mencari strategi baru untuk mengalahkan superbug yang kebal antibiotik.
Hingga kini, banyak kelompok penelitian terus mempelajari terapi fag lalu menguji coba pengobatan pada manusia dengan hasil yang bervariasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.