Kedua faktor ini mengganggu kemampuan virus untuk menginfeksi sel manusia, tetapi peneliti mencatat kecepatan partikel virus untuk mengering berbeda-beda, tergantung dengan kelembapan udara di sekitarnya.
Ketika suhu udaranya relatif lebih kering seperti di perkantoran, virus kehilangan 50 persen infektivitas atau kemampuan untuk menginfeksi dalam lima detik, setelah itu penurunannya lebih lambat dan stabil.
Sementara itu, pada lingkungan yang lebih lembap seperti ruang uap infektivitas virus turun secara bertahap, di mana 52 persen partikel tetap bisa menular setelah lima menit berada di udara.
Baca juga: Terinfeksi Influenza dan Virus Corona Bersamaan, Apa Efek Florona pada Tubuh?
Meski begitu, tim peneliti menyebut suhu udara tidak membuat perbedaan pada kemampuan virus untuk menginfeksi, berbeda dengan kepercayaan bahwa penularan virus lebih rendah pada suhu tinggi.
“Artinya jika saya bertemu teman untuk makan siang hari ini, (risiko) kemungkinannya adalah saya menularkannya ke teman saya, atau mereka menularkan ke saya, dibandingkan dengan penularan dari seseorang di sisi lain ruangan,” kata Reid.
Dikatakan ahli virologi klinis di Universitas Leicester, Dr Julian Tang temuan ini mendukung pengamatan yang telah dilakukan para ahli epidemiologi di lapangan.
“Aerosol (partikel zat) akan mengisi ruang dengan cepat tanpa adanya ventilasi yang baik, jadi dengan asumsi individu yang terinfeksi tetap berada di dalam ruangan, tingkat virus (untuk ditularkan) akan meningkat,” jelas Tang.
Efek yang sama terlihat di ketiga varian Sars-CoV-2 yang sejauh ini telah diuji tim, termasuk varian Alpha. Mereka juga bersiap untuk memulai eksperimen dengan varian Omicron dalam beberapa pekan mendatang.
Baca juga: Ahli Ungkap Virus Corona Sembunyi dari Antibodi dan Menyebar dari Sel ke Sel
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.