Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Virus Corona Kehilangan 90 Persen Kemampuan Menginfeksi Setelah 20 Menit di Udara

Kompas.com - 13/01/2022, 10:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi terbaru mengungkapkan, bahwa virus corona mampu bertahan di udara selama 20 menit. Namun, virus penyebab Covid-19 ini akan kehilangan 90 persen kemampuannya untuk menginfeksi seseorang setelah 20 menit berada di udara.

Menurut peneliti, sebagian besar kemampuan menginfeksi tersebut akan hilang di lima menit pertama.

Melandir The Guardian, Selasa (11/1/2022) hal ini terungkap dalam simulasi yang dilakukan untuk menguji seberapa lama virus dapat bertahan di udara.

Para peneliti mengungkapkan penemuan ini menekankan pentingnya mewaspadai penularan Covid-19 jarak pendek. Sehingga, pemakaian masker dan jaga jarak sosial merupakan cara paling efektif untuk mencegah penularannya.

Baca juga: Studi: Virus Corona dapat Bertahan Berbulan-bulan di Hati dan Otak

“Orang-orang hanya fokus pada ruang yang berventilasi buruk dan berpikir tentang transmisi udara jarak jauh. Saya tidak mengatakan itu tidak terjadi, tetapi menurut saya risiko terbesar dari paparan (Covid-19) adalah ketika Anda berada dekat seseorang," papar direktur Pusat Penelitian Aerosol Universitas Bristol, Prof Jonathan Reid.

Sebagai penulis utama studi, Reid mengungkapkan bahwa saat berada jauh dari keramaian, maka virus akan kehilangan kemampuan menginfeksi seiring berjalannya waktu.

Sebelumnya, tim peneliti di Amerika Serikat menggunakan metode dengan menyemprotkan virus ke dalam wadah tertutup yang disebut drum Goldberg, untuk menguji berapa lama virus bisa bertahan di udara.

Akan tetapi, eksperimen ini tidak akurat dalam meniru hal yang terjadi saat kita batuk atau bernapas. Maka, para peneliti dari Universitas Bristol mencoba mengembangkan peralatan baru.

Perangkat ini memungkinkan mereka menghasilkan sejumlah partikel kecil yang mengandung virus, kemudian partikel itu akan diangkat perlahan di antara dua cincin listrik sekitar lima detik hingga 20 menit, sambil mengontrol suhu, kelembaban, sinar UV, serta intensitas cahaya di sekitarnya.

"Ini adalah pertama kalinya seseorang dapat benar-benar menyimulasikan apa yang terjadi pada aerosol selama proses pernapasan," ujar Reid.

Sejauh ini, penelitian tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat. Kendati demikian, para peneliti menemukan bahwa ketika partikel virus meninggalkan paru-paru yang relatif lembap dan mengandung banyak karbon dioksida, mereka dengan cepat kehilangan air lalu mengering.

Sementara, perpindahan virus ke tingkat karbon dioksida yang lebih rendah berhubungan dengan peningkatan pH.

Baca juga: 5 Cara Penyebaran Varian Omicron Menurut Ahli

Ilustrasi virus corona.Freepik Ilustrasi virus corona.

Kedua faktor ini mengganggu kemampuan virus untuk menginfeksi sel manusia, tetapi peneliti mencatat kecepatan partikel virus untuk mengering berbeda-beda, tergantung dengan kelembapan udara di sekitarnya.

Ketika suhu udaranya relatif lebih kering seperti di perkantoran, virus kehilangan 50 persen infektivitas atau kemampuan untuk menginfeksi dalam lima detik, setelah itu penurunannya lebih lambat dan stabil.

Sementara itu, pada lingkungan yang lebih lembap seperti ruang uap infektivitas virus turun secara bertahap, di mana 52 persen partikel tetap bisa menular setelah lima menit berada di udara.

Baca juga: Terinfeksi Influenza dan Virus Corona Bersamaan, Apa Efek Florona pada Tubuh?

Meski begitu, tim peneliti menyebut suhu udara tidak membuat perbedaan pada kemampuan virus untuk menginfeksi, berbeda dengan kepercayaan bahwa penularan virus lebih rendah pada suhu tinggi.

“Artinya jika saya bertemu teman untuk makan siang hari ini, (risiko) kemungkinannya adalah saya menularkannya ke teman saya, atau mereka menularkan ke saya, dibandingkan dengan penularan dari seseorang di sisi lain ruangan,” kata Reid.

Dikatakan ahli virologi klinis di Universitas Leicester, Dr Julian Tang temuan ini mendukung pengamatan yang telah dilakukan para ahli epidemiologi di lapangan.

“Aerosol (partikel zat) akan mengisi ruang dengan cepat tanpa adanya ventilasi yang baik, jadi dengan asumsi individu yang terinfeksi tetap berada di dalam ruangan, tingkat virus (untuk ditularkan) akan meningkat,” jelas Tang.

Efek yang sama terlihat di ketiga varian Sars-CoV-2 yang sejauh ini telah diuji tim, termasuk varian Alpha. Mereka juga bersiap untuk memulai eksperimen dengan varian Omicron dalam beberapa pekan mendatang.

Baca juga: Ahli Ungkap Virus Corona Sembunyi dari Antibodi dan Menyebar dari Sel ke Sel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com