Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Tegaskan Fenomena La Nina Bukan Badai Tropis, Lalu Apa Itu?

Kompas.com - 21/10/2021, 18:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Pasokan aliran massa udara dari Samudera Pasifik menuju ke wilayah Kepulauan Indonesia dan mengakibatkan terjadinya penambahan atau peningkatan curah hujan, karena akan meningkatkan pembentukan awan-awan hujan dengan tambahan massa udara basah.

Di mana akhirnya penambahakan pembentukan awan-awan hujan dan massa udara basah tersebut akan meningkatkan pula curah hujan.

"Berdasarkan hasil monitoring, La Nina lemah, meskipun masih lemah, harus waspada bila nanti menjadi moderat, maka dampaknya akan lebih dari saat ini," kata dia.

Baca juga: Fenomena La Nina Picu Potensi Musim Kemarau Basah 2021

Mengukur La Nina

Fenomena La Nina bisa diukur dan dikelompokkan menjadi beberapa macam. Dua cara yang bisa digunakan untuk mengukur La Nina adalah dengan sea surface temperature (SST atau suhu permukaan laut) dan southern oscilation index (SOI atau indeks anomali tekanan permukaan di selatan).

Pembagian pertama dengan cara SST akan mengelompokkan fenomena ini sebagai berikut: 

1. La Nina lemah, jika SST bernilai lebih besar dari -0,5 dan berlangsung selama 3 bulan berturut-turut. 

2. La Nina sedang, jika SST menunjukkan nilai -0,5 sampai -1 dan berlangsung minimal tiga bulan berturut-turut. 

3. La Nina kuat, jika nilai SST lebih kecil dari -1 selama setidaknya tiga bulan berturun-turut. 

Cara kedua adalah dengan SOI, yang mencatat perbedaan tekanan udara permukaan di daerah Pasifik Timur dengan tekanan udara permukaan daerah Indo-Australia. 

Cara ini bisa mengukur La Nina dan El Nino sekaligus tergantung hasil perhitungannya.

SOI diukur lebih lama dari SST, SOI diukur selama enam bulan. Jika angkanya +5 sampai +10 maka tahun tersebut akan disebut dengan tahun La Nina.

Dampak La Nina terhadap Indonesia

La Nina ini umumnya akan berdampak pada curah hujan tinggi dan berisiko meningkatkan peluang terjadinya ancaman bencana hidrometeorologi, terutama di wilayah rawan.

Oleh karena itu, Dwikorita mengingatkan agar masyarakat dan pihak-pihak berwenang untuk dapat meningkatkan mitigasi terhadai risiko bencana hidrometeorologi.

Beberapa bentuk bencana hidrometeorologi akibat curah hujan tinggi adalah longsor, banjir, banjir bandang, jalan licin, pohon tumbang, dan lain sebagainya.

"Tapi, ini (bencana hidrometeorologinya akibat La Nina) tidak terjadi di semua wilayah Indonesia ya, ini akan terjadi secara sporadis di beberapa wilayah saja, tidak merata," ujarnya.

Baca juga: PBB Sebut La Nina Telah Capai Puncak, tapi Dampaknya Masih Berlanjut

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com