Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Hujan di Indonesia Lebih Awal, Mengapa Ada Daerah Belum Hujan?

Kompas.com - 14/09/2021, 15:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Periode musim hujan di Indonesia tiba lebih awal. Namun, beberapa hari belakangan ini, hujan kerap mengguyur sejumlah daerah, dan masih ada wilayah yang mengalami kekeringan atau belum hujan.

Mengapa hal ini terjadi dan apa yang menyebabkan seringnya hujan akhir-akhir ini?

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Guswanto dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki periode musim hujan 2021/2022.

Periode musim hujan di Indonesia pada tahun ini, menurut Guswanto, lebih maju dibandingkan dengan rerata periode musim penghujan sebelumnya.

Berdasarkan hasil analisis BMKG dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 14,6 persen ZOM mengawali musim hujan di bulan September ini.

Adapun, wilayah yang sudah merasakan curah hujan di musim hujan kali ini adalah Sumatera bagian tengah dan sebagian Kalimantan. Sehingga, masyarakat tersebut akan sering mendapati hujan dibandingkan daerah lainnya di bulan ini.

Sementara itu, ada sekitar 39,1 persen wilayah yang akan mengalami awal musim hujan pada Oktober 2021.

Baca juga: Musim Hujan Lebih Awal di Sumatera Utara, BMKG Jelaskan Penyebabnya

 

Wilayah di Indonesia yang akan mengalami musim hujan lebih awal pada Oktober 2021 adalah Sumatera bagian selatan, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Bali. 

Sedangkan, untuk 28,7 persen wilayah yang meliputi Lampung, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, dan Sulawesi akan memasuki awal musim hujan pada November 2021.

"Memang jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis awal musim hujan pada periode 1981-2020, maka awal musim hujan 2021/2022 di Indonesia diprakirakan maju pada 157 ZOM (sekitar 45,9 persen)," kata Guswanto.

Hanya sekitar 38,6 persen atau 132 ZOM saja yang periode musim hujannya memiliki rerata klimatologis yang sama dengan sebelum-sebelumnya. Namun, sekitar 15,5 persen atau 53 ZOM lainnya mengalami kemunduran periode musim penghujan.

Mengenai sifat hujan itu sendiri, Guswanto menjelaskan bahwa sebagian besarnya memiliki rerata klimatologis yang normal.

"Sifat hujan selama musim hujan 2021/2022 diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 244 ZOM (sekitar 71,4 persen)," jelasnya.

Baca juga: BMKG: Musim Hujan Indonesia 2021/2022 Diprediksikan Maju pada September

Ilustrasi hujan lebat
SHUTTERSTOCK/ND700 Ilustrasi hujan lebat

Akan tetapi, untuk sejumlah 88 ZOM atau sekitar 25,7 persen akan mengalami kondisi musim hujan di atas normal atau lebih basah dari biasanya. Serta, 10 ZOM lainnya atau sekitar 2,9 persen akan mengalami musim hujan bawah normal (lebih kering dari biasanya).

Penyebab curah hujan tinggi sepekan ke depan

Dari perkembangan kondisi musim tersebut, Guswanto mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan potensi cuaca ekstrem ini terjadi. Di antaranya seperti fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby Ekuatorial, gelombang Kevin. 

1. Dinamika atmosfer

Guswanto menjelaskan, MJO. gelombang Rossby Ekuatorial dan gelombang Kevin merupakan bagian dari dinamika atmosfer yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan.

Ketiganya diketahui akan aktif di wilayah Indonesia hingga seminggu ke depan.

Baca juga: Musim Hujan 2020-2021, Indonesia Jadi Terbasah Ke-5 Sepanjang 40 Tahun

 

"MJO, gelombang Rossby Ekuatorial, dan gelombang Kelvin adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah aktif yang dilewatinya," kata Guswanto.

Fenomena MJO dan gelombang Kelvin bergerak dari arah Samudra Hindia ke arah Samudra Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus 30-40 hari pada MJO, sedangkan pada Kelvin skala harian. 

Sebaliknya, fenomena Gelombang Rossby bergerak dari arah Samudera Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia.

Sama halnya seperti MJO maupun Kelvin, ketika Gelombang Rossby aktif di wilayah Indonesia, maka dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. 

Baca juga: Puncak Musim Hujan, Waspadai 7 Penyakit yang Mengintai Saat Banjir

Ilustrasi cuaca ekstrem, cuaca buruk, peringatan dini cuaca. Prakiraan cuaca BMKG, wilayah Indonesia sudah masuk musim kemarau, sebagian daerah masih hujan dan berpotensi cuaca ekstrem.Shutterstock Ilustrasi cuaca ekstrem, cuaca buruk, peringatan dini cuaca. Prakiraan cuaca BMKG, wilayah Indonesia sudah masuk musim kemarau, sebagian daerah masih hujan dan berpotensi cuaca ekstrem.

2. Konvergensi

Selain ketiga dinamika atmosfer tersebut, potesi cuaca ekstrem ini juga dipengaruhi oleh konvergensi angin. 

Guswanto berkata, terbentuknya belokan maupun pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) dapat mengakibatkan meningkatnya potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. 

3. Suhu muka laut

Suhu muka laut dan anomali suhu muka laut juga terpantau masih hangat di sebagian besar perairan di Indonesia.

Kondisi ini yang mendukung peningkatan suplai uap air sebagai sumber pembentukan awan-awan hujan. 

Baca juga: Banjir Jakarta, BMKG: Waspada Puncak Musim Hujan Masih Sampai Maret 2021

 

"Kondisi tersebut juga didukung oleh masih tingginya kelembaban udara di sebagian besar wilayah di Indonesia hingga seminggu ke depan," ucap dia.

Mitigasi potensi cuaca ekstrem

Oleh karena itu, kata Guswanto, BMKG mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem pada periode sepekan ke depan.

Terutama dari potensi hujan secara sporadis, lebat, dan durasi singkat, disertai petir dan angin kencang, bahkan hujan es, yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi.

Di antaranya berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung, terutama untuk masyarakat yang berada dan tinggal di wilayah rawan bencana hidrometeorologi.

Baca juga: Puncak Musim Hujan Indonesia, Ini Wilayah Waspada Risiko Bencana Hidrometeorologi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com