"Gen dari Asia Tenggara itu ada dari Thai, Malaysia, Kamboja, Burma. Semuanya 61,56 persen. Tapi Vietnam paling besar, yaitu 32,19 persen," ungkap jurnalis surat kabar Kompas ini.
"(Gen) Vietnamnya gede banget!"
Belakangan, ibu dua anak ini mengorek informasi lebih mendalam kepada ibunya tentang kepastian pertautan antara leluhurnya di Keraton Pakubuwono, Solo, dan negeri Champa.
Dan, petikan-petikan dongeng neneknya, serta sudut-sudut negeri Vietnam yang pernah dia kunjungi, kembali muncul sekelebat, ketika ibunya menegaskan kembali bahwa salah-seorang leluhurnya pernah menikahi putri dari Champa.
Begitulah sepenggal kisah Sarie Febriane.
Tapi bagaimana dia memaknai keragaman gen dalam tubuhnya di tengah situasi sekarang? Apakah dia menjadi kekuatan pembebas atau justru membatasi?
Jawaban Sarie dapat kita ikuti belakangan. Kini simak kisah seorang warga Indonesia di Selandia Baru yang menemukan "kejutan" setelah membaca jejak gen di tubuhnya.
Wahyu Aspriyanti, kelahiran 1987, memutuskan mengikuti uji DNA semula dilatari semacam "hiburan" untuk memperkaya konten YouTube miliknya.
Ayu, begitu sapaannya, seringkali berseloroh dengan suaminya — warga negara Italia — bahwa gen dalam dirinya adalah produk campuran.
"Paling-paling campuran Tionghoa atau Timur Tengah," Ayu mengutarakannya sambil tersipu. Dua tahun lalu, dia dan suaminya ikut tes DNA. Dan, hasilnya? Mengejutkan.
Memang dia tak terkejut ketika mengetahui 'tidak ada kemurnian' dalam darahnya, yaitu campuran Filipina, Indonesia dan Melayu (64,9 persen). Ada pula potongan DNA-nya dari Thailand dan Kamboja (33,3 persen).
Tapi, Ayu terkejut ada bagian DNA-nya yang berasal dari etnis Mesoamerican dan Andean sebesar 1,8 persen.
"(Wilayah itu) itu kayak Peru, Bolivia, Argentina, dan lain-lain, serta Andean."