Melansir Harian Kompas, 1 Januari 2000, surat-surat yang ditinggalkan RA Kartini, menjadi bukti yang menunjukkan kisah-kisah perjuangannya dalam membela emansipasi perempuan di masanya.
Setidaknya ada 106 surat Kartini, yang sebagian besar kemudian diterbitkan untuk kali pertamanya pada tahun 1911 dalam buku berjudul Door Duisternis tot Lict oleh pejabat Belanda, JH Abendanon.
Buku itu terus dicetak ulang hingga empat kali hingga tahun 1923.
Cetakan kelimanya pada tahun 1976 merupakan edisi baru yang diperluas dengan mencantumkan surat Kartini yang tidak diterbitkan di edisi pertama.
Surat Kartini dan kisah perjuangannya semakin luas dipublikasikan ke dalam berbagai bahasa.
Baca juga: Kartini Bukan Cuma Penulis Surat, Dia Wartawati Pertama Nusantara
Setelah bahasa Belanda, buku-buku itu kemudian diterjemahkan dalam bahasa Perancis, Inggris dan Melayu.
Surat Kartini dan kisah perjuangannya yang dibukukan telah membuka mata bangsa ini, tentang kegigihannya memperjuangkan hak-hak perempuan.
RA Kartini pun ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno, melalui Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 1964.
Menghormati sejarah perjuangannya, dan guna mengingat pahlawan emansipasi perempuan Indonesia, hari lahir RA Kartini pada 21 April disematkan sebagai Hari Kartini, yang masih kita peringati hingga saat ini.
Baca juga: Hari Kartini, Kemenkes Dorong Perempuan Berani Cuti Haid
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.