Mengingat interaksi dua arah antara aktivitas seksual dan kesejahteraan psikologis, hasil disesuaikan untuk pengaruh kecemasan dan depresi, yang diukur dengan skala yang diakui untuk digunakan pada pasien dengan riwayat Covid-19.
Hasil menunjukkan, bahwa prevalensi disfungsi ereksi secara signifikan lebih tinggi di antara pria yang melaporkan sendiri riwayat Covid-19 dibandingkan dengan populasi Covid-negatif yang cocok (28% vs 9,33%).
Setelah disesuaikan dengan variabel yang dianggap berpengaruh terhadap perkembangan Disfungsi ereksi, seperti status psikologis, usia, dan indeks massa tubuh, kemungkinan untuk mengembangkan kondisi disfungsi ereksi setelah terjangkit Covid-19 adalah sebesar 5,66%.
Demikian pula, setelah disesuaikan dengan usia dan BMI, pria dengan disfungsi ereksi 5,27% lebih mungkin terkena Covid-19.
Para penulis penelitian mencatat, bahwa pria yang mengalami serangan tiba-tiba atau memburuknya disfungsi ereksi, mungkin juga mempertimbangkan karantina sebagai tindakan pencegahan Covid-19.
Mereka memperingatkan, bahwa virus corona mungkin bertindak sebagai pemicu potensial disfungsi ereksi atau menjadi faktor yang menyebabkan kondisi tersebut lebih parah.
Demikian pula, pasien yang mengalami disfungsi ereksi harus mempertimbangkan gangguan ereksi mereka sebagai tanda kemungkinan kondisi mendasar, yang dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi Covid-19.
Mulhall menyoroti masih adanya beberapa keterbatasan penelitian ini, sehingga penelitian lebih lanjut terkait disfungsi ereksi dan Covid-19 sangat perlu dilakukan.
Baca juga: Pria Bisa Berhubungan Seks saat Disfungsi Ereksi, tapi Ada Efeknya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.