Marufin menyebutkan peristiwa jaruhnya meteor di tiga lokasi tersebut memiliki kesamaan yaitu berasal dari meteoroid besar.
"Semuanya merupakan akibat dari masuknya meteoroid besar (diameter lebih dari 1 meter) ke atmosfer Bumi," kata Marufin kepada Kompas.com, Senin (1/2/2021).
Kemudian, meteroid besar itu mengalami deselerasi akibat terciptanya tekanan ram oleh masuknya massa meteor ke dalam lapisan-lapisan udara yang lebih padat.
Sehingga, pada satu titik, umumnya di ketinggian antara 30 hingga 40 km di atas permukaan Bumi, terjadi perlambatan maksimum yang berujung pada terlepasnya hampir seluruh energi kinetik meteor sebagai peristiwa mirip-ledakan di udara (airburst).
Airburst menemukan massa meteor menjadi pecahan-pecahan beragam ukuran dan debu-debu mikroskopik.
"Sebagian kecil pecahan selanjutnya akan mendarat di Bumi sebagai meteorit," ujarnya.
Baca juga: Menyingkap Meteor-Sangat Terang di Balik Dentuman Misterius Bali
Dijelaskan Marufin, dalam peristiwa di Tapanuli Tengah tahun 2020 lalu, batu meteorit yang jatuh merupakan meteorit kondritik karbonan, yakni meteorit aerolit yang kaya akan karbon.
Ada tiga meteorit ditemukan dalam area berbentuk lonjong yang disebut strewnfield, yang membentang dari desa Kolang ke tenggara sepanjang 8 kilometer.
"Dalam peristiwa 2021, meteoritnya tidak ditemukan karena kemungkinan besar jatuh ke laut atau ke kawasan yang tak berpenghuni," jelasnya.
Sementara, kejadian meteorit jatuh di Lampung 2021 dan meteoritnya adalah meteorit siderolit.
Sejauh ini, ada dua batu meteorit yang ditemukan dan kemungkinan terdapat area strewnfield juga yang membentang dari Desa Astomulyo ke utara.
Baca juga: 12 Hujan Meteor yang Bisa Diamati dari Langit Indonesia Sepanjang 2021
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.