Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkenal Buruk, Begini Kualitas Udara Jakarta Selama Pandemi Covid-19

Kompas.com - 12/08/2020, 10:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jakarta berada di urutan kedua yang mengonfirmasi jumlah kasus Covid-19 terbanyak di Tanah Air.

Seiring dengan itu, persoalan kualitas udara masih menjadi masalah yang harus dihadapi di tengah pandemi Covid-19 ini.

Seperti kita tahu, kualitas udara Jakarta adalah yang paling buruk di antara berbagai kota-kota metropolitan di Indonesia.

Lantas bagaimana kondisi kualitas udara di Jakarta selama masa pandemi Covid-19?

Baca juga: PSBB Transisi Jakarta Nomor Dua Penyumbang Polusi Udara Dunia, Kok Bisa?

Disampaikan oleh analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Isabella Suarez, kondisi kualitas udara di Jakarta selama pandemi ini masih tetap mengkhawatirkan.

"Bahkan dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini pun, kualitas udara di Jakarta tidak meningkat secara signifikan (kualitas baiknya)," kata Isabella dalam diskusi daring bertajuk Polusi Lintas Batas: Darimana Asal Kerumunan Gas Beracun di Kota Jakarta? yang dilakukan pada Selasa (11/8/2020).

Pemantauan terhadap kualitas udara di Jakarta pada tahun 2020 ini dilakukan oleh CREA sejak awal tahun 2020 hingga bulan Mei. Sementara, identifikasi kasus Covid-19 pertama kali di Indonesia dilaporkan pada 2 Maret 2020.

Dalam laporan penelitian kualitas udara oleh CREA tersebut, ditemukan bahwa dengan adanya gangguan pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 sekalipun, kaulitas udara dari bulan Maret hingga Mei tetap dalam tingkat sedang hingga tidak sehat.

Padahal, tahun-tahun sebelumnya juga tingkat kualitas udara di Jakarta memang berada dalam fase sedang hingga tidak sehat.

Seperti dalam catatan pemantauan udara PM 2,5 oleh Kedutaan Besar AS di Jakarta, dalam satu tahun kota Jakarta hanya mengalami sedikit sekali jumlah hari yang partikulat udaranya dalam kategori bersih atau sehat.

  • Pada tahun 2017, di Jakarta hanya mengalami 40 hari dengan kualitas udara yang baik, di mana sebagian besar terjadi pada bulan Januari, November dan Desember.
  • Pada tahun 2018, di Jakarta hanya memiliki 25 hari dengan kualitas udara yang baik, jauh berbeda dengan 101 hari tercaat kualitas udara berkategori tidak sehat.
  • Pada tahun 2019, jumlah hari tidak sehat meningkat menjadi 172 atau lebih dari 50 persen daripada tahun sebelumnya, dan hanya ada 8 hari dengan kualitas udara yang baik.
  • Pada periode tahun 2020 ini, sejauh ini ternyata untuk kali pertama dalam empat tahun, tidak ada satu hari pun yang memiliki kualitas udara yang baik.

Baca juga: Ahli: Sebelum Covid-19, Partikulat Polusi Sudah Ancam Hidup Manusia

Langit biru terlihat dari Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Sepinya aktivitas warga Ibu Kota karena pembatasan sosial membuat langit Jakarta cerah dengan tingkat polusi yang rendah.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Langit biru terlihat dari Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (8/4/2020). Sepinya aktivitas warga Ibu Kota karena pembatasan sosial membuat langit Jakarta cerah dengan tingkat polusi yang rendah.

Secara umum, periode musim kemarau yang biasanya berlangsung sejak bulan Mei hingga Oktober cenderung mendapati jumlah hari terbanyak dengan kualitas udara paling tidak sehat.

Penyebab polusi udara Jakarta selama pandemi Covid-19

Sejak kasus Covid-19 pertama kali dikonfirmasi di Indonesia pada awal Maret lalu, pemerintah mendesak masyarakat untuk melakukan aktivitas di dalam rumah dan tidak pergi ke luar rumah jika tidak mendesak.

Dengan imbauan tersebut, diasumsikan jumlah kendaraan pribadi atau transportasi umum di Jakarta dan sekitarnya cenderung menurun bahkan beberapa waktu jalanan Jakarta terpantau sepi dan lengang, tak sepadat atau seramai biasanya.

Namun, analisis CREA mengenai dampak Covid-19 saat pekerjaan sudah banyak dilakukan dari rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah dilakukan di Indonesia, nyatanya tidak meningkatkan kualitas udara menjadi lebih sehat meskipun terdapat penurunan aktivitas perkotaan.

Perlu diketahui, ternyata kualitas polusi udara yang tetap masuk dalam kategori buruk di Jakarta tersebut tidak semata berasal dari transportasi darat yang hilir-mudik di ibukota.

Ada beberapa sumber polutan lain yang dapat memengaruhi kualitas udara di suatu daerah.

Baca juga: Studi: Partikulat Polusi Udara Turunkan 2 Tahun Harapan Hidup Manusia

Citra satelit TROPOMO menunjukkan bahwa pembangkit listrik Suralaya di Banten tetap beroperasi seperti biasa dan menghasilkan emisi seperti periode sebelumnya meski terjadi pembatasan akibat Covid-19 ini.

Peneliti CREA menyebutkan, angin menjadi salah satu faktor yang membawa pencemaran pembangkit listrik Suralaya ke Jakarta.

Hal ini menyebabkan, konsentrasi partikulat PM 2,5 yang tetap tinggi di Jakarta sejak bulan Maret hingga Juni, meksipun terjadi pengurangan besar-besaran dalam lalu lintas lokal dan aktivitas perkotaan.

Lintasan angin pada (12/4/2020) ketika partikulat PM 2,5 di Jakarta melonjak, menunjukkan bahwa udara bergerak ke arah timur laut, melewati atau dekat dengan pabrik Suralaya dan membawa pencemaran ke Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com