Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Sebelum Covid-19, Partikulat Polusi Sudah Ancam Hidup Manusia

Kompas.com - 29/07/2020, 20:01 WIB
Ellyvon Pranita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masyarakat di seluruh dunia tengah berjuang untuk mempertahankan diri agar tidak terpapar Covid-19.

Bersamaan dengan pandemi, laporan tahunan 2020 mengenai Indeks Kehidupan Berdasarkan Kualitas Udara (Air Quality Life Index atau AQLI) mengharuskan masyarakat dunia untuk semakin peka dan sadar bahwa partikulat polusi telah mengancam sejak lama.

Baca juga: Polusi Udara Tahun 2020 Tewaskan Hampir 100.000 Orang di Dunia

Data terbaru laporan tersebut mengungkapkan minimnya perubahan dunia dalam mengurangi polusi udara selama dua dekade terakhir. Dampak partikulat polusi untuk memotong angka harapan hidup ini dilaporkan oleh Air Quality Life Index (AQLI).

Dijelaskan oleh Profesor Layanan Terkemuka Milton Friedman dari Universitas Chicago, Michael Greenstone, data terbaru AQLI yang mengonversi partikel polusi udara terhadap harapan hidup manusia mengungkapkan bahwa partikel polusi berisiko besar bagi kesehatan manusia sebelum Covid-19.

Michael juga menegaskan, meski ancaman virus corona sangat serius dan patut mendapat perhatian semua pihak, namun menghadapi masalah polusi udara dengan serius dan lebih kuat akan memungkinkan miliaran orang di dunia untuk menjalani hidup lebih lama dan lebih sehat.

"Kenyataannya adalah tidak ada suntikan di lengan yang bisa mengurangi paparan polusi udara. Solusinya terletak pada kebijakan publik yang kuat," kata dia.

Baca juga: PSBB Transisi Jakarta Nomor Dua Penyumbang Polusi Udara Dunia, Kok Bisa?

Menurut Michael, solusi yang baik untuk persoalan ini terletak pada kebijakan publik yang kuat. Sementara, AQLI hanya berperan untuk memberi tahu warga dan pembuat kebijakan bagaimana partikulat polusi bisa mempengaruhi mereka berserta komunitas.

Serta, informasi yang disampaikan oleh AQLI juga diharapkan dapat dipergunakan untuk mengukur manfaat dari kebijakan yang dibuat untuk mengurangi polusi.

"AQLI memperjelas adanya keuntungan yang bisa didapat dalam kehidupan yang lebih lama dan lebih sehat," tuturnya.

Sebab, jika tanpa dibuat kebijakan publik yang kuat dan berkelanjutan, masalah partikulat polusi dan berpengaruh kepada angka harapan hidup manusia di Bumi akan terus berlanjut hingga setelah Covid-19.

Ilustrasi polusiShutterstock Ilustrasi polusi

Bahaya partikulat polusi di tubuh manusia

Michael mengingatkan, partikulat polusi udara bekerja dengan tidak terlihat di dalam tubuh manusia.

Partikulat polusi memiliki dampak yang lebih menghancurkan pada harapan hidup manusia ketimbang penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, perilaku yang merusak seperti merokok, dan bahkan perang.

Faktanya, di wilayah Afrika Tengah dan Barat di mana penyakit seperti HIV/AIDS dan malaria secara tradisional telah menjadi berita utama, partikel polusi sama seriusnya dengan ancaman kesehatan yang memiliki dampak pada harapan hidup.

Baca juga: Benarkah New Normal Tingkatkan Polusi Udara Jakarta? Ini Kata BMKG

Serta, hampir seperempat populasi dunia saat ini tinggal di empat negara di Asia Selatan yang masuk dalam wilayah paling tercemar di dunia.

“Ketika negara-negara saat ini berusaha menyeimbangkan dua tujuan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan, pelajaran sejarah dari seluruh dunia menggarisbawahi bahwa kebijakan baik yang dibuat suatu negara dapat mengurangi masalah polusi udara dalam berbagai konteks politik,” kata Michael.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com