Oleh: Saidah Sakwan, MA*
BAGAI telur di ujung tanduk. Demikian gambaran pepatah tentang nasib pedagang warung tegal (warteg). Bahkan pandemi sudah menyebabkan sebagian mereka terjatuh dengan duka dan air mata yang berderai.
Merespons fakta yang memprihatinkan ini, selama beberapa pekan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melakukan rapat-rapat marathon untuk mencarikan solusi. Pertemuan-pertemuan digelar dengan para pemangku kepentingan ataustakeholders terkait, seperti perkumpulan dan paguyuban pedagang warteg.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Piramid, Tempat Firaun Melihat Tuhan?
Sejumlah media nasional, termasuk Kompas.com, mengutip pernyataan Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Muchroni, memberitakan, ada sekitar 20.000an warteg di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) terancam dan sebagian sudah gulung tikar karena terdampak waspada wabah Covid-19.
Meski angka itu kemudian diklarifikasi menjadi berkurang separuh, namun hampir sebagian pelaku UMKM kuliner ini memilih pulang kampung. Karena pendapatan mereka terus menurun, akibat permintaan yang terbatas.
Pedagang yang rata-rata berasal dari Tegal dan Brebes, Jawa Tengah ini, biasa bermitra dengan sesama sebagai pihak yang dipercaya menjadi pengelola.
Satu pemilik bisa membawahi sekira tiga pramusaji. Untuk warung berukuran besar, otomatis punya jumlah pegawai lebih banyak.
Melalui perhitungan kasar, dengan asumsi sang pengelola telah menikah, maka ada sekitar lima jiwa yang secara langsung menggantungkan hidup mereka pada satu warung. Jika pengelola memiliki satu anak, berarti jumlah mereka menjadi enam orang.
Angka tersebut akan bertambah bila pebisnis makanan ini, sudah beristri dan beranak, turut dihitung. Jadi, total ada sembilan orang yang menggantungkan hidup secara langsung pada satu warteg.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Antara Mudik 2021 dan Prokes di Zaman Nabi Muhammad SAW
Jika ada 10.000 warteg dipukul rata menjadi sandaran hidup bagi sembilan orang, maka akan muncul angka 90.000 orang. Ibarat kartu domino, angka itu akan terus berlipat ganda jika keluarga para pengelola dan karyawan mereka turut diperhitungkan.
Senada dengan Muchroni, pemilik warteg di Palmerah, Jakarta Barat, Anisa (38), Jumat (22/1/2021), mengatakan, pemasukan belum juga membaik selama setahun lebih pandemi. Salah satunya karena pembatasan aktivitas warga untuk menekan laju penularan virus.
Masih ada karyawan yang makan meski tak banyak. Anak-anak indekos juga banyak yang pulang kampung karena masalah ekonomi. Sehingga, pemasukan berkurang sampai 50 persen.
Menanggapi hal ini, BAZNAS tak tinggal diam dan berusaha unjuk solusi. Antara lain, memfasilitasi permodalan dan akses pasar dan konsumen warteg.
Antara lain melalui penyediaan menu Hidangan Berkah Ramadhan (HBR) dengan melibatkan warteg sebagai mitra yang berdomisili di Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
Mereka terdiri atas anggota paguyuban warteg Kowantara dan Paguyuban Pedagang Warung Tegal dan Kaki Lima se-Jakarta dan sekitarnya (Pandawakarta). Hidangan Berkah Ramadhan didistribusikan kepada mustahik, rumah yatim, panti lansia, pesantren dan kelompok-kelompok miskin kota.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Nabi Syu’aib dan Orang-orang Curang