MENGHADAPI pandemi, Nabi Muhammad SAW sudah menetapkan protokol kesehatan (prokes). Apabila di suatu daerah dilanda wabah penyakit, janganlah pergi ke luar daerah itu.
Sebaliknya, bila mendengar di daerah lain sedang dilanda wabah penyakit, janganlah pergi ke daerah itu. Prokes itulah yang ditaati Khalifah Umar bin Khattab (periode 634-644).
Ketika dalam perjalanan menuju negeri Syam, Umar diberi kabar dari pemimpin Syam, Abu Ubaidah bin Jarrah, bahwa di Syam sedang dilanda wabah thaun amwas.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Nuzulul Quran dan Turunnya Wahyu Pertama
Wabah itu menyerang negeri Syam sekitar tahun 638-639 atau tahun 17-18 H. Umar berdiskusi dengan para pemimpin rombongan yang mengikutinya.
Abdurrahman bin Auf menyampaikan tentang prokes yang digariskan Nabi itu. Umar langsung menaati prokes itu.
Ia memerintahkan rombongannya untuk kembali ke Madinah, membatalkan kepergian ke Syam.
Kisah lain adalah sebaliknya. Suatu masa di negeri Bani Israil merebak wabah penyakit. Tetapi mereka ketakutan dan memutuskan pergi dari negeri mereka.
Mereka hendak menghindari wabah. Jumlah mereka ribuan. Ada yang menyebut 4.000 orang. Ada juga yang menyebut 8.000 orang.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Nabi Syu’aib dan Orang-orang Curang
Mereka tiba di suatu padang yang luas. Tetapi Allah justru mematikan mereka. Semuanya mati.
Setelah beberapa lama, lewatlah seorang nabi. Dalam riwayat disebut Nabi Hizqil. Ia hidup pasca-Nabi Yusya.
Hizqil kemudian berdoa agar mereka dihidupkan kembali. Allah pun mengabulkan doa itu dan mereka semua dihidupkan kembali.
Itulah kisah yang tercantum dalam Al-Quran: “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dalam jumlah ribuan karena takut mati? Lalu, Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kamu!”. Kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah Pemberi karunia kepada manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 243).
Apakah kita termasuk orang yang bersyukur?
Hari-hari ini betapa kita menyaksikan berita yang menyesakkan dada. Betapa banyak pemudik menerebos barikade dan penyekatan yang dilakukan aparat.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Kisah Musa, Antara Iman dan Ilmu
Bahkan ada yang mengajak di media sosial untuk mudik, dengan dalih bertemu orangtua atau saudara. Inilah kenyataan di negeri kita. Seakan-akan demi kebajikan, demi agama.
Padahal, kalau dicermati sebetulnya juga karena tidak sepaham saja dengan pemerintah. Mereka memprovokasi warga lain untuk melanggar.
Padahal, tindakan mereka adalah membahayakan bagi banyak orang. Nabi sudah jelas menegaskan, “Barang siapa membahayakan orang lain maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain maka Allah akan menyulitkannya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah). (M Subhan SD)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.