Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda dari yang Lain, Ini Teknologi Konstruksi Semi Terowongan Nagreg

Kompas.com - 28/03/2024, 18:02 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Kala melintasi Jalur Nagreg di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tim Merapah Trans-Jawa 2024 mendapati sebuah terowongan yang bentuknya berbeda dari lainnya.

Terowongan itu tidak tertutup penuh pada bagian atasnya, terdapat rongga-rongga yang memang didesain sedemikian rupa. Sehingga pancaran sinar matahari menyeruak masuk ke dalam.

Terowongan yang dimaksud ialah semi terowongan Nagreg, mulai beroperasi pada tahun 2011 silam.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada Agustus 2011, semi terowongan Nagreg merupakan bagian dari proyek Jalan Lingkar Nagreg.

Semi terowongan sepanjang 400 meter ini memiliki lebar jalan mencapai 13 meter dan tingginya mencapai 10 meter.

Semi terowongan Nagreg awalnya merupakan tebing tinggi, namun kemudian digali sedalam 50 meter.

Baca juga: Fakta Cisumdawu, Tol Pertama di Indonesia yang Punya Terowongan Kembar

Lalu di pinggiran tebing yang digali, dipasang penyangga dinding atau corrigate sheet pile‎.

Kemudian untuk bagian atasnya dipasangi 130 balok beton secara horizontal dan berjarak supaya masih terang.

Semi terowongan Nagreg di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.Dok. Merapah Trans-Jawa 2024 Semi terowongan Nagreg di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Haryono, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Nagreg mengungkapkan setidaknya ada dua inovasi dalam pengerjaan Jalan Lingkar Nagreg yang tidak ditemui di tempat lain, yakni ruas jalan semi terowongan sepanjang 400 meter dan teknologi beronjong berangkur untuk menahan jalur tanjakan menuju semi terowongan.

"Sudah banyak orang asing yang datang khusus untuk belajar teknologi yang digunakan," ujarnya.

Semi terowongan itu dibuat untuk menahan longsoran dari sisi kanan dan kiri. Teknologi yang dipakai bernama corrugated sheet pile.

Dengan teknologi tersebut, kemiringan jalan dari sebelumnya 18 persen menjadi 10 persen, sehingga lebih ringan ditanjaki.

Sementara itu, beronjong berangkur merupakan teknologi yang pertama kali dipakai Indonesia dengan tumpukan vertikal hingga 40 meter.

Haryono menuturkan, teknologi itu memungkinkan jalan lebih stabil bila terjadi gempa dan mengurangi dampak bila terjadi longsor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com