Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru 4.400 Arsitek di Indonesia yang Kantongi STRA

Kompas.com - 21/02/2024, 13:00 WIB
Reni Susanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sampai hari ini, arsitek yang mengantongi surat tanda regulasi arsitek (STRA) di Indonesia baru 4.400 orang.

Padahal, jumlah anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) per Januari 2024 mencapai 26.000.

“STRA ini dikeluarkan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI). Saat ini dengan jumlah rasio 1:80.000 orang. Sedangkan di China kalau kita bandingkan itu rasionya 1:15.000," ujar Ketua Umum IAI Georgius Budi Yulianto dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (21/2/2024).

Untuk itu, sambung pria yang akrab disapa Bugar ini, tugas IAI adalah mendorong arsitek memiliki STRA.

Baca juga: IAI Kembali Gelar ARCH:ID, Pameran Arsitektur Terbesar di Indonesia

Sebab, seorang arsitek harus teregistrasi dan memiliki izin. Registrasi itu di bawah DAI dan izin melalui pemerintah provinsi, tempat sang arsitek berkarya.

Hal ini dilakukan karena pemilik otoritas kawasannya adalah pemerintah provinsi. Tujuannya untuk melindungi arsitek lokal.

"Bila seorang arsitek memiliki izin di Jawa Barat, bila ia akan melakukan kegiatan di provinsi lain, ia harus berpartner dengan kantor arsitek di daerah tersebut," tutur Bugar.

Arsitek asing

Bugar mengungkapkan, 26.000 anggota IAI sebagian besar berdomisili di kota-kota besar. Hal ini dikarenakan pembangunan lebih banyak di kota-kota besar terutama daerah Jawa.

“Tapi sekarang kita bersyukur banyak pembangunan tol seperti di Sumatera, Sulawesi, dan daerah lainnya. Nantinya efeknya juga akan dilakukan Pembangunan fasilitas yang membutuhkan tenaga arsitek di tempat tersebut," ungkap dia.

Selain arsitek lokal, pembangunan di Indonesia mendapat sentuhan arsitek asing. Ada tiga macam praktik arsitek asing di Tanah Air.

Baca juga: IAI Beberkan Manfaat STRA bagi Arsitek, Salah Satunya Diakui Negara

Pertama, mereka berkantor di Indonesia namun memiliki proyek di seluruh dunia untuk mendapatkan tenaga kerja lebih murah.

Kedua, arsitek asing membuka kantor di Indonesia dan mencari proyek di Indonesia.

Alasannya karena di wilayah ASEAN, Indonesia memiliki proyek sangat banyak, baik swasta maupun pemerintah.

Ketiga arsitek asing pembawa investor dari negara asalnya untuk membangun proyek di Indonesia.

Hal ini banyak dilakukan karena Tingkat pengawasan yang rendah. Karena seharusnya, arsitek asing bekerjasama dengan arsitek lokal.

Bugar menganggap, sistem seperti ini merugikan banyak sisi, seperti pajak, dan pendapatan arsitek lokal.

Baca juga: Mau Ikut Sayembara Desain Gedung IKN? Arsitek Wajib Punya STRA

"Lama-lama kita hanya jadi penonton. Karena yang berkarya hanya arsitek asing. Selama ini arsitek Indonesia hanya jadi makloon dari arsitek asing. Hal ini banyak terjadi di proyek proyek swasta," ungkapnya. 

Seperti mega proyek apartemen dan bangunan pencakar langit. Masyarakat Indonesia kurang terinformasikan bahwa arsitek Indonesia juga mampu merancang bangunan seperti yang dihasilkan arsitek asing.

Peran arsitek Indonesia

Bugar kemudian menyoroti belum berperan maksimalnya arsitek lokal dalam pembangunan Indonesia. Setidaknya ada empat hal yang menjadi penyebab.

Di antaranya inkonsistensi pemerintah dalam implementasi regulasi, seperti Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2017 tentang Arsitek hingga implementasi Lisensi Arsitek pada proses persetujuan bangunan Gedung (PBG).

"Kesenjangan pengalaman dan kompetensi Arsitek antar daerah di Indonesia juga ikut berpengaruh," ucap dia.

Untuk mengamplifikasi peran serta arsitek di kancah regional dan internasional, IAI akan menyelenggarakan ARCH:ID ke 4 pada 22-25 Februari 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com