Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Kasus Suparwi Tak Berulang, Wajib Diketahui Proses Ganti Rugi Tanah untuk Infrastruktur

Kompas.com - 30/11/2022, 05:30 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus sengketa tanah milik Ahmad Suparwi (72) dalam pengembangan infrastruktur konektivitas Jalan Tol Semarang-Demak, di Jawa Tengah, terus bergulir.

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (29/11/2022), sampai saat ini Suparwi belum menerima uang ganti kerugian (UGK) terkait tanah miliknya yang dimanfaatkan untuk Jalan Tol Semarang-Demak.

Dirreskrimum Polda Jawa Tengah Kombes Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, penyidik meyakini ada perbuatan pidana dalam kasus tersebut.

Baca juga: Soal Sengketa Tanah Makassar, Hadi Tjahjanto: Kita Cari Jalan Terbaik

"Melihat keterangan korban, penyidik meyakini ada perbuatan pidana," jelasnya.

Kasus sengketa tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, dalam skala lebih luas yang disebut konflik agraria, terdapat ratusan kasus.

Menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), setidaknya terjadi 294 letusan konflik agraria selama Januari hingga Oktober 2022.

"Sebanyak 27 kasus di antaranya merupakan konflik agraria yang dipicu oleh proyek-proyek pembangunan infrastruktur," ungkap Sekjen KPA Dwi Kartika menjawab Kompas.com, Selasa (29/11/2022).

Proses pengadaan tanah

Sejatinya, sengketa atau konflik tidak perlu terjadi jika tahapan-tahapan pengadaan tanah dilakukan sesuai prosedur dan regulasi yang ditetapkan.

Ada sejumlah tahapan yang harus dilalui, termasuk pemberian UGK kepada masyarakat sebagai bentuk timbal balik.

Sebelumnya, wajib diketahui bahwa UGK pengadaan tanah selama ini dijalankan berdasarkan aturan yang ada pada Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Beleid ini kemudian disempurnakan melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Bahwa terdapat  empat proses pengadaan tanah yang harus dilalui, meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil.

Proses pertama adalah perencanaan melalui penyiapan berbagai dokumen hingga melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Kedua adalah proses persiapan yang dilakukan dengan mengajukan permohonan penetapan lokasi (penlok) kepada Gubernur atau Wali Kota setempat agar lebih efektif dan efisien.

Pada tahap persiapan ini akan berlangsung diskusi antara pemerintah, masyarakat, badan usaha dan pemilik tanah yang akan dibebaskan. Pihak terkait juga akan memaparkan tujuan serta manfaat dari pengadaan tanah kepada masyarakat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com